AKJ saat menyuarakan aspirasi di depan bus Arema FC. (Dok AKJ)
Koordinator AKJ, Fazlurrahman mengatakan jika Sejak kejadian Tragedi Kanjuruhan, AKJ selalu memantau apa yang dilakukan Areman kepada suporternya, Aremania. Mereka merasa Arema FC pasif dan tidak melakukan tindakan yang berarti, sehingga terkesan tidak pro kepada para korban. Padahal menurutnya dengan 135 korban, Arema FC sadar kalau ini adalah tragedi yang besar.
"Teman-teman di Yogyakarta cukup terpukul dengan kejadian itu. Ada teman-teman Aremania Yogyakarta yang datang pada 1 Oktober 2022, meskipun tidak atas nama Korwil," terangnya saat dikonfirmasi pada Jumat (17/03/2023).
Kekecewaan AKJ semakin bertambah saat kesaksian Panpel Arema FC (Abdul Haris) yang mengatakan kenaikan kuota tiket pertandingan Arema melawan Persebaya pada 1 Oktober 2022 karena Aremania dari luar kota meminta jatah tiket, termasuk Aremania Korwil Yogyakarta juga dicatut juga. Pria yang akrab disapa Sam Aconk ini menegaskan dari pengurus dan anggota AKJ tidak ada yang meminta tambahan jatah tiket.
"Kita memang tidak mengadakan tour pada waktu 1 Oktober 2022 yang mengatasnamakan Arema Korwil Jogja. Jadi di situ kita kecewa, kok nama kita dicatut padahal kita tidak minta jatah tiket," tegasnya.
Kemudian AKJ juga kecewa saat Arema FC memutuskan untuk tetap melanjutkan Liga 1 meskipun kejelasan hukum Tragedi Kanjuruhan masih buram. Padahal menurutnya pada 2006 saat gempa Yogyakarta, PSS Sleman dan PSIM Yogyakarta mengundurkan diri dari liga. Alasannya kedua tim tersebut karena kemanusiaan. Aconk salah satu saksi hidup Gempa Yogyakarta dan tahu kalau Stadion Maguwoharjo Sleman jadi pusat pengungsi.
"Kita tahu multiplayer effect dari Arema FC ini luar biasa pasti, bukan cuma untuk suporter, tapi apakah seburuk itu sampai mengabaikan 135 nyawa. Jadi bisa saya simpulkan ini adalah kekecewaan yang terakumulasi dan suporter seperti bukan hal yang penting bagi mereka, kalau begitu buat apa kita memakai baju Aremania," paparnya.
AKJ juga jadi bagian dari kelompok suporter yang menolak Arema FC main di Yogyakarta. Mereka menolak tapi tidak mengganggu tim dengan tindakan anarkis. Waktu di Bantul beberapa Aremania Jogja menyuarakan pendapat di depan bus Arema FC.
"Kemudian sejak persidangan berjalan, kita terus mengkaji bareng-bareng. Kita berpikir dan memiliki satu keputusan bersama agar kita membubarkan diri. Karena apalagi yang bisa dibanggakan dan tidak ada lagi satu jiwa. Kita merasa supporter hanyalah komunitas untuk sebuah klub. Jadi sampai ketemu ketika persepakbolaan Indonesia lebih baik," ujar dia.