Peneliti Universitas Ma Chung Temukan Alternatif Pengganti Antibiotik
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Malang, IDN Times - Baru-baru ini tim dari Machung Research Center fot Photosynthetic Pigments (MRCPP) berhasil mendapatkan sebuah temuan menarik. Mereka melakukan penelitian terhadap bakteri yang terkandung di air laut yang diambil dari Pantai Sika, Kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur (NTT). Hasil penelitian tersebut cukup menggembirakan. Tim peneliti dari Universitas Ma Chung, Kota Malang itu berhasil menemukan alternatif pengganti antibiotik kimia.
1. Lakukan penelitian selama dua tahun
Untuk bisa mendapatkan temuan baru tersebut butuh waktu yang tidak sebentar. Tim riset dan peneliti dari Universitas Ma Chung tersebut harus melakukan riset selama dua tahun. Setelah proses yang panjang tim peneliti berhasil menemukan adanya pigmen anti mikroba dari bakteri Pseudoalteromonas rubra yang terkandung di air laut tersebut.
Pada 2018, salah stau peneliti yakni Edi Setiyono berhasil mengisolasi bakteri yang memiliki pigmen merah ini. Bakteri tersebut ternyata memiliki kesamaan genetika sebesar 99 persen dengan Pseudoalteromonas rubra ATCC 29570 berdasarkan uji 16S rRNA. Tidak sendiri, Edi Setoyono juga dibantu anggota tim yang lain yakni Monika Prihastyanti, Marcelinus Adhiwibawa ,dan Renny Indrawati. Mereka akhirnya menemukan keunikan bakteri dari Pulau Alor ini.
"Sebelumnya bakteri serupa sudah pernah ditemukan di Laut Mediterania. Penemunya adalah peneliti dari Perancis," ucap Edi Setiyono, salah satu tim peneliti, Senin (2/3).
2. Bakteri mengandung pigmen anti mikroba
Meskipun sudah pernah ditemukan, Edi memaparkan bahwa ada perbedaan mendasar dari temuan peneliti Prancis dan yang ia temukan bersama tim. Ia menjelaskan bahwa pigmen warna merah yang ditemukan oleh peneliti Prancis hanya dua. Sementara dari penelitian timnya di perairan Alor, ternyata air laut mengandung enam pigmen warna merah.
Enam pigman warna merah tersebut adalah jenis pigmen antimikroba. Pigmen-pigmen tersebut kemudian diuji aktivitasnya sebagai agen antimikrobia pada beberapa bakteri patogen seperti Escherichia coli (penyebab Diare), Straphylococcus aureus (penyebab infeksi kulit), Salmonella typhi (penyebab Tipus), dan Candida albicans (penyebab infeksi).
"Hasilnya, kandungan bakteri laut Pseudoalteromonas rubra paling efektif untuk patogen pada beberapa bakteri," tambahnya.
3. Pigmen anti mikroba bersifat alami
Lebih jauh, Edi menuturkan bahwa pihaknya juga sudah melakukan uji perbandingan antara enam pigmen anti mikroba dari bakteri air laut tersebut dengan anti mikroba yang ada di pasaran. Hasilnya, secara kerja memang anti mikroba temuan peneliti Universitas Ma Chung tersebut masih kalah efektif. Namun, dari segi keamanan jauh lebih baik.
"Kalau untuk perbandingannya, anti mikroba temuan kami memang memerlukan dua kali dosis yang ada di pasaran. Tetapi ini jauh lebih aman karena berasal dari alam," sambungnya.
4. Penggunaan antibiotik berlebihan bisa akibatkan resistensi
Di sisi lain, Edi menjelaskan bahwa banyak masyarakat yang kurang memahami bahwa penggunaan antibiotik yang berlebihan sebenarnya tidak bagus. Sebab, hal itu bisa memicu munculnya resistensi pada tubuh dan membuat penggunaan antibiotik menjadi tidak efektif lagi.
"Selama ini peneliti banyak melakukan eksplorasi darat. Tetapi mereka jarang melakukan eksplorasi pada laut. Kami mencoba mengambil langkah kedua dengan mengeksplor laut. Hasilnya cukup menjanjikan," katanya.
5. Perlu adanya obat baru untuk menjawab kebutuhan masyarakat
Terlepas dari itu, kebutuhan obat baru memang sangat diperlukan. Salah satu bahan yang selama ini jarang dimanfaatkan adalah mikroorganisme laut. Padahal, keanekaragaman hayati yang ada di laut memiliki kapasitas genetik untuk menghasilkan metabolit yang unik.
Sebagai negara kepulauan, biodiversitas Indonesia adalah terbesar di dunia dan merupakan sumber berjuta senyawa kimia yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan obat dan potensi sumber daya ekonomi baru. Kemampuan untuk menguasai sains dan iptek adalah kunci utama dalam eksplorasi dari keanekaragaman hayati laut.
“Sejauh ini memang masih kami kembangkan untuk pengujiannya. Mungkin dengan menguji cobanya ke tikus atau kelinci. Untuk melihat sejauh apa efektifitas dari anti mickoba temuan baru ini,” pungkas Edi.