[OPINI] Jenazah COVID-19 Jadi Bisnis Tenaga Medis, Betulkah?

Tugas kita satu: percayakan semua pada tenaga medis

Beberapa hari lalu beredar video di YouTube dan Instagram, lagi-lagi terkait dengan keluarga yang tidak terima salah pemulasaraan dan pemakaman jenazah satu anggota keluarganya dilakukan dengan protap COVID-19. Kericuhan ini terjadi di Rumah Sakit Umum Pancaran Kasih, Manado pada 1 Juni 2020.

Keluarga menuduh pihak Rumah Sakit memberi uang ‘sogokan’ kepada salah satu anggota keluarga. Bahkan akun Facebook Alifah Nisa mengunggah empat video, dengan status sebagai berikut :

"Ya Allah apakah berita ini benarr. Alhamdulillah.. akhirnya terbongkar juga BISNIS
mereka. Kejadian tadi siang di Manado Rumah sakit Pancaran kasih, pasien org wonasa yg sakit jantung dan meninggal Dunia,dan Dokter menyogok Keluarga Almarhum dengan uang pecahan 50 ribu yg tergulung rapi agar korban di jadikan korban Covid, keluarga korban tdk setuju dan jenasah di ambil secara paksa.. TERBONGKARLAH BISNIS
MEREKA. CORONA ADALAH PERDAGANGANG"

Status ini viral dan mendapat ribuan komentar dari netizen yang kebanyakan bernada
negatif. Pihak RS sudah melakukan klarifikasi dan meminta maaf atas kejadian tersebut. Bahwa benar pasien yang meninggal berstatus PDP. Pihak RS memiliki kebijakan memberikan santunan kepada keluarga dan rupanya terjadi kesalahpahaman atau mispersepsi pada keluarga.

Namun, bola sudah menggelinding. Maha benar netizen melontarkan kalimat-kalimat tuduhan, fitnah kepada rumah sakit dan tenaga medis bahwa mereka diuntungkan bila melabeli pasien dengan diagnosis COVID-19 dan dilakukan pemakaman dengan protokol COVID-19. Saya dokter, saya menjadi bagian merawat pasien COVID-19, saya tidak mendapat insentif, saya tidak menuntut untuk diberikan insentif. Kami berikan jiwa raga kami. Kami tidak seperti yang anda bayangkan!

Kejadian ini merupakan bentuk kegagalan edukasi yang sudah diupayakan oleh pemerintah atau memang karena sebagian oknum masyarakat yang sudah terbentuk karakter demikian, ‘denial’ dengan kondisi pandemik ini ditambah dengan adanya ‘blind perception’ akibat tidak bisa menyaring informasi yang beredar di jagad maya.

Terkait pemulasaraan dan pemakaman jenazah dengan prosedur Covid-19 merupakan persoalan yang memang dilematis. Karena prosesi pemakaman jenazah yang lazim menurut agama dihadiri oleh keluarga dan akan lebih baik bila semakin banyak yang mendoakan.

Namun tentu rumah sakit hanya menjalankan kebijakan yang sudah diatur oleh negara, berbasis keilmuan dan tentu sesuai fatwa MUI, demi tujuan keamanan petugas medis, keluarga, dan masyarakat. Namun, oleh oknum tertentu, persoalan pemulasaraan jenazah ini seperti menjadi lahan baru biar viral, untuk menaikkan popularitas. Seorang oknum pengacara mengungah video di YouTube ‘Sakit Stroke Pemakaman ala Corona’.

Dikatakan rapid test negatif, RS menyarankan pemakaman dengan protap COVID-19. Video ini pun memancing komentar liar netizen. Apakah kaum terdidik tidak sebaiknya menempuh jalur yang tidak menyesatkan masyarakat?

Menurut saya, dokter tidak memakai kacamata kuda dalam mendiagnosis pasien. PDP not only from the rapid test. Secara hukum sah menulis keterangan kematian dengan ditambahkan diagnosis PDP COVID-19. Tanpa menulis diagnosis PDP justru akan keliru dan berakibat fatal, siapa yang berani menanggung bila pemakaman dilakukan dengan prosedur biasa kemudian keluarga dan masyarakat tertular COVID-19. Ada beberapa pasien kasus positif COVID-19 bermula dari kesalahan pemulasaraan jenazah.

Kasus demikian pernah terjadi di Sidoarjo dan kasus lain sesuai dengan pengalaman penulis. Literatur mengatakan jenazah COVID-19 atau terduga COVID-19 bisa berpotensi menularkan sampai beberapa jam hingga beberapa hari pasca kematian. Bukankah lebih baik mencegah daripada terinfeksi?

Dan coba kita cermati dan renungkan kembali pada kasus yang viral yang terjadi di RS
Pancaran Kasih, berita paling update hasil swab PCR nya positif COVID-19. Hindarkan diri
dari tindakan yang ‘nyerempet’ bahaya. Percayalah pada tenaga medis.

Kesimpulannya ialah, mari kita semua bijak dalam menyikapi persoalan jenazah COVID-19 dan terduga COVID-19 yang memang merupakan hal sensitif. Sebaiknya kita pasrahkan saja pada ahlinya. Jangan lagi memfitnah tenaga medis yang tengah berkorban antara hidup dan mati ketika merawat pasien COVID-19. Karena bisa jadi justru Anda nanti membutuhkan mereka.

dr. Sonny Fadli
Residen Obstetri dan Ginekologi FK Unair/RSUD dr. Soetomo Surabaya

Baca Juga: [OPINI] Pendidikan Karakter di Sekolah, Seperti Apa Wujudnya?

Topik:

  • Faiz Nashrillah

Berita Terkini Lainnya