[OPINI] Menumbuhkan Grit Pada Generasi Stroberi

Butuh upaya kolektif agar mereka tak mudah rapuh

Era digital telah melahirkan sebuah generasi yang memiliki karakteristik khusus yang oleh para pakar disebut generasi stroberi. Generasi stroberi adalah generasi yang lahir dan tumbuh di era kemajuan digital yang dipandang memiliki gagasan kreatif tetapi gampang rapuh. Mereka sebagian besar terdiri dari generasi milenial dan Gen Z.

Dengan total populasi generasi stroberi yang sangat besar—Gen Z mencapai 74,93 juta dan milenial mencapai 69.38 juta orang—mereka menjadi kekuatan penting dalam membentuk tenaga kerja masa depan dan lanskap sosial-ekonomi negara. Dengan kata lain mereka akan menjadi penentu arah negara ini ke depan.

Generasi stroberi tumbuh di era yang relatif nyaman dan mapan, menikmati kemajuan ekonomi dan sumber daya yang melimpah, serta kultur demokrasi yang sangat menghargai kebebasan dan pilihan individu. Mereka dibesarkan di masa kemajuan teknologi yang pesat yang memberikan kebebasan dalam genggaman dan menghadirkan kepuasan instan. Tumbuh lingkungan yang super nyaman tersebut, membuat sebagian kalangan khawatir mereka tidak akan memiliki tekad dan ketahanan sekuat generasi sebelumnya. Terbiasa akan pilihan individu yang menghadirkan kepuasan cepat dikhawatirkan membuat mereka menjadi egosentris di tempat kerja, sehingga tidak mampu bekerja secara tim dan tidak loyal pada atasan. Alhasil generasi stroberi dianggap memiliki etos kerja yang minim.

Anggapan ini tidaklah berlebihan, penelitian menunjukkan bahwa Gen Z mungkin mengalami kesulitan dengan keterlibatan di tempat kerja. Menurut Jajak Pendapat Gallup tahun 2022, 54% karyawan Gen Z memiliki sikap ambivalen atau tidak merasa terlibat dalam pekerjaan. Penelitian itu menunjukkan bahwa Gen Z mungkin mengalami kesulitan dengan keterlibatan di tempat kerja.

Masih menurut Jajak Pendapat Gallup tahun 2022, 54% karyawan Gen Z, sedikit lebih tinggi daripada generasi lainnya, bersikap ambivalen atau tidak terlibat dalam pekerjaan. Tidak heran, survei yang dilakukan di LinkedIn dan CensusWide pada lebih dari 2.000 pekerja AS tentang rencana profesional di tahun 2023 kemarin, responden tersebut menunjukkkan bahwa 72% Gen Z dan 66% milenial ingin berganti karir atau pekerjaan.

Meskipun di Indonesia masih belum terdapat laporan resmi seperti survei di Amerika ini, kondisinya sepertinya tidak jauh berbeda. Sering kali kita jumpai di sosial media mereka terang-terangan mengungkapkan standar gaji yang tinggi, seakan mereka telah menjadi profesional bertahun-tahun. 

Dengan berbagai kelemahan generasi stroberi, maka pembentukan karakter dan kepribadian menjadi modal berharga bagi para generasi stroberi. Salah satu karakter kepribadi yang butuh dikultivasi pada generasi ini adalah grit. Grit adalah sifat kepribadian yang mengacu pada ketekunan, semangat, dan tekad jangka panjang seseorang untuk mencapai tujuan mereka.

Istilah grit ini dicetuskan oleh psikolog Angela Duckworth. Orang dengan grit memiliki ciri-ciri seperti tekun dan bersedia melakukan upaya berkelanjutan dalam waktu yang lama. Mereka tidak mudah menyerah ketika dihadapkan pada kemunduran atau kegagalan tetapi tetap ulet dan bertekad untuk mengatasi tantangan. Selain itu mereka juga penuh dengan gairah (passion) karena dorongan motivasi intrinsik yang kuat. Mereka juga lebih tahan terhadap kegagalan serta memiliki konsistensi dalam tindakan dan berdedikasi dari waktu ke waktu. Individu dengan grit tidak terpengaruh oleh distraksi atau kenikmatan jangka pendek atau fluktuasi mood mereka.

Untuk menumbuhkan grit di kalangan generasi stroberi di Indonesia, diperlukan upaya kolektif dari para pendidik, orangtua, dan pembuat kebijakan. Guru dapat menciptakan lingkungan kelas yang mendukung yang mendorong pengambilan risiko, pemecahan masalah, dan ketahanan. Mereka dapat mengembangkan growth mindset, memberikan umpan balik yang konstruktif pada tugas, dan menghadapkan siswa pada tugas-tugas menantang yang membutuhkan upaya berkelanjutan. Siswa jangan hanya dimanja dengan tugas yang rutin yang tidak memeras otak dan tenaga. Secara bersamaan, orangtua dapat menumbuhkan grit dengan menanamkan rasa tanggung jawab, kemandirian, dan ketekunan.

Peran orangtua perlu mendorong anak-anak untuk merangkul kegagalan sebagai bagian dari proses pembelajaran dan memberikan kesempatan bagi mereka untuk merumuskan tujuan hidup mereka. Orangtua sekalipun dibekali sumberdaya yang melimpah, sebaiknya tidak memanjakan dengan fasilitas karir. Anak perlu mendapat kesempatan untuk memutuskan karir apa yang mereka inginkan dan konsekuensi dari pilihan mereka. Disamping orang tua dan guru, pembuat kebijakan juga memiliki peran dalam mendukung penanaman grit. Mereka dapat mengintegrasikan pendidikan karakter dan program pembangunan ketahanan psikologis ke dalam kurikulum.

Barangkali aspek psikologis utama yang harus dilatih agar grit dalam diri individu dapat berkembang dengan optimal adalah kontrol diri. Aspek psikologis ini tidak hanya berkaitan dengan kendali emosi tetapi juga kendali pikiran dan perilaku untuk meraih hasil jangka Panjang dan mengabaikan kenikmatan sesaat. Ada sebuah eksperimen yang terkenal dalam bilang psikologi yang dilakukan oleh Walter Mischel, seorang profesor di Universitas Stanford. Eksperimen ini populer dengan nama Eksperimen Marshmallow.

Dalam penelitian ini, menunjukkan bahwa anak ditawari pilihan antara satu hadiah kecil berupa Marshmallow secara langsung/instan, atau dua hadiah kecil tetapi harus menunggu dalam jangka waktu tertentu. Selama waktu ini, peneliti meninggalkan anak tersebut di sebuah ruangan dengan satu Marshmallow selama sekitar 15 menit dan kemudian kembali. Jika mereka tidak memakan Marshmallow, mereka mendapat hadiah Marshmallow lainnya. Hasil tindak lanjut dari studi ini menemukan bahwa anak-anak yang mampu menunggu lebih lama untuk hadiah yang kedua cenderung memiliki hasil hidup yang lebih baik, yang diukur dengan skor SAT, pencapaian pendidikan yang lebih baik, indeks massa tubuh (BMI), dan ukuran kualitas hidup lainnya yang lebih baik (termasuk finansial).

Pelajaran yang dapat diambil dari riset ini adalah kesuksesan memerlukan ketahanan (grit). Tahan akan sakit, tidak mudah rapuh, dan tahan juga akan godaan kenikmatan jangka pendek. Sebuah pelajaran yang sangat berharga bagi generasi stroberi yang penting kita terapkan jika kita tidak ingin di masa depan negara ini juga menjadi seperti stroberi, rapuh dan tidak tahan tekanan. Bagaimana pun generasi stroberi adalah pemimpin bangsa ini di masa depan.

Prof. Abdul Muhid

Guru Besar dan Wakil Rektor 3 UIN Sunan Ampel Surabaya

Baca Juga: [OPINI] Lebaran bersama Muhammadiyah dan NU

Topik:

  • Zumrotul Abidin

Berita Terkini Lainnya