Cerita Ramadan: Indra Para 'Penjaga' Alquran

Mengaji dan menghafal Al-Qur'an hingga salurkan bantuan

Surabaya, IDN Times - Terik matahari menyorot bumi Kota Pahlawan siang itu. Membuat dahaga lebih terasa dari biasanya. Sudah seminggu, Surabaya kembali ke 'setelan pabrik' panas kentang-kentang, setelah sebelumnya diselimuti mendung dengan gerimis tipis yang manis.

Namun hal itu tak membuatku berhenti melajukan kuda besiku. Menuju sebuah pesantren di dekat kampus Universitas Negeri Surabaya (Unesa) Ketintang. Di sana ada Pesantren Nurul Falah. Yang pada pertengahan Bulan Ramadan ini membikin kegiatan bersama difabel netra.

Sesampainya di halaman pesantren, aku disambut dengan ramah oleh seorang satpam berusia paruh baya. Ia bertanya maksud kedatanganku. Segera mungkin aku memperlihatkan isi percakapanku dengan Ketua Ikatan Tuna Netra Muslim Indonesia (ITMI) Jawa Timur (Jatim), Zainul Muttaqin yang intinya sudah melakukan janji temu. Diantarlah aku ke lantai dua pesantren untuk bertemu.

Berantas buta Al Quran braile di kalangan difabel netra muslim

Cerita Ramadan: Indra Para 'Penjaga' AlquranKegiatan para pembaca Alquran braile bagi difabel di Pesantren Nurul Falah, Ketintang, Surabaya. (IDN Times/Ardiansyah Fajar).

Di lantai dua, tampak jemaah yang sudah duduk bersila. Mereka saling ngobrol, ada yang menanyakan kondisi hingga bersenda gurau. Maklum, mereka jarang ketemu satu sama lain. Dipisahkan jarak kota dan kabupaten. Namun hal itu tak menyurutkan tekad mereka untuk menembus batas.

Di sudut ruangan, Zainul yang memakai songkok hitam dengan setelah baju berwarna putih terlihat duduk tenang. Aku segera menyalaminya. Menanyakan kabar, untuk selanjutnya meminta izin wawancara. Dengan ramah, ia mempersilakan. Memberi waktu berbincang sebelum acara khotmil quran.

Zainul bilang kalau para anggotanya yang tersebar di 21 kabupeten/kota se-Jatim bukan hanya belajar membaca Al-Quran dengan braile saja. Tetapi juga menghafalnya. Bagi para difabel netra muslim ini, mereka tak ingin hanya menerima keterbatasan yang ada. Mereka ingin menembus batas.

"Kita boleh buta, tidak bisa melihat seperti orang normal. Tapi kita tidak boleh buta Al-Quran," tegas Zainul, Minggu (30/3/2024). Aku pun terenyuh mendengar pernyataan Zainul. Seakan menjadi tamparan keras. 

Maka dari itu, lanjut Zainul, ITMI Jatim ingin memberantas buta Al-Quran braile di kalangan difabel netra muslim. "Main programnya pemberantasan buta Al - Quran braile. Karena tuna netra Islam pembaca Al - Quran braile itu baru 10 persen dari populasi yang ada," katanya.

Baca Juga: Ramadan Bersama Warga Bawean di Tengah Ratusan Kali Guncangan Gempa

Berjuang sejak 2009, kini punya ratusan anggota

Cerita Ramadan: Indra Para 'Penjaga' AlquranKhotmil Quran Tunanetra se Jawa Timur di Ponpes Nurul Falah, Ketintang, Surabaya. (IDN Times/Ardiansyah Fajar).

Lebih lanjut, Zainul memulai gerakan memberantas buta Al - Quran ini sudah 15 tahun lamanya. Ia bilang bahwa ITMI Jatim telah berdiri sejak 2009. "Saat ini anggota kami sudah 550 orang," katanya. Ia bertekad mengajak difabel netra muslim lainnya agar anggota terus bertambah. Sembari menceritakan perjuangannya bisa membaca lancar Al-Quran braile.

Zainul tak ingin ITMI Jatim sendirian menjaring dan melatih anggotanya. Mereka menggandeng sejumlah pesantren. Salah satunya ialah Nurul Falah. "ITMI Jatim dan Nurul Falah punya program yang beririsan, sama-sama konsen tentang Al-Quran. Mereka mengembangkan tilawati Al-Quran reguler, kita Al-Quran braile untuk tuna netra," katanya. "Kami bermitra melakukan khotmil quran di sini sejak tahun lalu," imbuh dia.

Dalam pelatihan, ITMI menggelarnya minimal satu minggu sekali bersama para anggotanya. Tapi ada yang dua kali. Tergantung kebijakan program yang dicanangkan oleh pengurus di kabupaten/kota. "Rata-rata seminggu satu kali," katanya. "Kita tidak membatasi usia berapa yang boleh ikut belajar, sepanjang mereka minat, maka kami belajari. "Belajarnya Iqra dulu baru Al Quran;" imbuhnya.

Zainul pun meyakinkan bahwa belajar mengaji Al Quran braile ini tidak susah. Hanya butuh waktu satu hingga dua bulan agar bisa lancar membaca. Hal itu telah dibuktikan oleh banyak anggota ITMI Jatim. Bahkan dari mereka saat ini mulai fokus menjadi hafidz atau penghafal Al - Quran.

Tak hanya mengaji, kini juga menghafal

Cerita Ramadan: Indra Para 'Penjaga' AlquranKhotmil Quran Tunanetra se Jawa Timur di Ponpes Nurul Falah, Ketintang, Surabaya. (IDN Times/Ardiansyah Fajar).

Salah satu pembaca Al Quran braile yang kini fokus menjadi penghafal ialah Choirul Anam (24). Pria asal Sidoarjo ini telah belajar Al Quran braile sejak duduk di bangku SMP. Tak butuh waktu lama bagi Anam untuk bisa lancar membaca. Sehingga membuatnya ingin menghafal.

Anam terlihat asyik mendengarkan lantunan ayat suci Al Quran dari earphone yang tersambung di ponsel miliknya. Memang, belum banyak juz yang dihafal Anam. Tapi niatannya untuk menjadi seorang hafidz sungguh sangat mulia. 

"Kalau kesulitan pasti ada, tapi mulai terbiasa. Sekarang baru hafal satu - dua juz," ungkapnya.

Anam ingin segera menuntaskan hafalannya. Kemudian menularkan ilmunya kepada teman-teman difabel netra. Sehingga, ke depannya banyak bermunculan hafidz maupun hafidzah netra asal Jawa Timur.

"Maka dari itu saya sekarang fokus pada proses hafalan ini," katanya.

Hidup terbatas tak meredupkan kepedulian antarsesama

Cerita Ramadan: Indra Para 'Penjaga' AlquranKegiatan pembelajaran Alquran braile bagi difabel di Pesantren Nurul Falah, Ketintang, Surabaya. (IDN Times/Ardiansyah Fajar).

Kendati hidup dengan keterbatasan serta kemampuan penglihatan yang berbeda, rasa peduli anggota ITMI Jatim sangat besae. Mereka bahkan berinisiatif menitipkan uang kepada Pesantren Nurul Falah untuk disalurkan kepada warga Gaza, Palestina.

Uang sebesar Rp4.085.000 itu pun diterima langsung oleh Ketua Lazis Nurul Falah Achmad Rozi. Dalam kesempatan ini, Rozi akan menyampaikan bantuan ini kepada warga Gaza Palestina. Menurut dia, bantuan ini sangat luar biasa. Bukan nominalnya, tapi keikhlasan dan perjuangan ITMI dalam mengumpulkannya.

Rozi bilang kalau dirinya bersama para difabel netra ini akan terus bergandengan. Membuat program mengaji yang berkualitas hingga kegiatan sosial lainnya. Menurutnya, keterbatasan para anggota ITMI bisa diolah hingga menembus batas. "Kita InssyaAllah terus beririsan, bergandengan tangan," tegasnya.

Baca Juga: Cerita Ramadan: Lepas Masa Lajang Jalani Puasa Pertama Bersama Istri

Topik:

  • Zumrotul Abidin

Berita Terkini Lainnya