Ribetnya Rapid Antigen di Stasiun Gubeng, Bikin Saya Batal Berangkat!

Terpaksa refund tiket gara-gara kuota rapid antigen penuh

Surabaya, IDN Times - Teman-teman pasti mendengar kabar soal kebijakan wajib rapid test antigen bagi mereka yang ingin bepergian keluar kota. Hasil nonreaktif tes itu menjadi syarat mutlak bagi para penumpang kereta api maupun pesawat. Maksud dari sistem ini baik, yaitu untuk mengurangi risiko penyebaran COVID-19 yang pada penghujung tahun ini justru kembali mengganas.

Sayangnya guys, pelayanan rapid test yang disediakan oleh PT Kereta Api Indonesia (KAI) justru menjadi mimpi buruk bagi saya. Petugas tidak jelas dalam memberikan informasi. Saya bisa mengatakan ini karena saya mengalaminya sendiri. Pendaftaran rapid test di stasiun benar-benar ruwet. Bikin pusing tujuh keliling. Rasanya kesal, tapi tak tahu mau ditumpahkan ke siapa. Ending-nya, saya batal ke Bandung untuk menghadiri pernikahan saudara gara-gara amburadulnya mekanisme rapid test.

Saya memesan tiket kereta api (KA) Turangga jurusan Bandung pada awal Desember 2020. Mestinya kereta berangkat Selasa, 22 Desember 2020,  pukul 16.30 WIB. Saya memesan lewat aplikasi KAI Access. Tidak ada kendala sama sekali dan pada saat awal pemesanan ini. Saat itu, masih belum ada informasi terkait kewajiban menggunakan rapid test antigen. Hanya kebutuhan rapid test antibodi yang berlaku 14 hari.

Minggu, 20 Desember 2020, sekitar pukul 13.00 WIB saya menyambangi Stasiun Gubeng Baru untuk melakukan rapid test. Sesuai dengan anjuran PT KAI yang tertera pada aplikasi, saya mencoba mendapatkan hasil tes beberapa hari sebelum keberangkatan agar tidak tergesa-gesa. Di stasiun tersebut, saya langsung menuju pos Pelayanan Rapid Test dan menunggu beberapa antrean orang.

Selama menunggu itu, saya mendengar sedikit perdebatan kecil antara petugas rapid dengan salah seorang penumpang kereta api. Penumpang tersebut sedianya berangkat keesokan harinya, Senin, 21 Desember 2020. Dia ngotot ingin rapid test antibodi karena merasa kebijakan rapid antigen belum berlaku saat dirinya datang ke stasiun. "Saya ambil risiko deh, Mbak," kata penumpang itu kepada petugas.

Namun, pada akhirnya petugas mengarahkan penumpang tersebut ke Customer Service (CS) untuk tetap mendaftar rapid antibodi karena sang penumpang tetap memaksa. "Semisalnya ntar saya tes ulang, ya saya tes lagi," tambahnya.

Setelah penumpang itu menuju CS, tiba giliran saya yang mencoba mendaftar dan bertanya ke pos Pelayanan. Dalam pos pelayanan itu, saya ditanya kapan jadwal keberangkatan KA saya. "Selasa, 22 Desember," jawab saya.

Seperti orang sebelumnya, petugas pelayanan mengatakan jika di jadwal tersebut, saya memerlukan hasil tes antigen. Saya lantas bertanya, “Berapa harga tes antigen itu?”

Petugas menjawabnya dengan kisaran harga Rp105 ribu hingga Rp150 ribu. Dia juga bilang kalau di pos ini belum disediakan fasilitas rapid test antigen. Fasilitas itu akan ada pada esok hari, Senin.

Kebingungan saya membawa saya mencari informasi kepada beberapa kawan. Beberapa kawan yang mayoritas anak Bandung mengatakan tidak ada info terkait rapid test antigen walau mereka sudah mengontak orang PT KAI sendiri. Untuk mencari kepastian, saya memutuskan tanya langsung ke CS.

Petugas CS mengatakan, memang benar untuk jadwal keberangkatan saya memerlukan rapid antigen. Dia juga memastikan kalau layanan itu baru ada pada hari Senin.

Saya menanyakan lebih lanjut, “Apakah ada surat pengumuman atau keputusan terkait hal ini?” Sang petugas menjawabnya tidak ada dan menjelaskan lebih lanjut jika rapid antigen ini adalah kebijakan pemerintah daerah. Dia juga menyarankan saya untuk tetap mengikuti rapid test antigen dan datang kembali besoknya.

Besoknya, Senin, 21 Desember 2020, pukul 09.00 WIB, saya mendatangi kembali Stasiun Gubeng untuk melakukan rapid test antigen sesuai dengan saran petugas dan CS sebelumnya. Namun, saya harus kembali menelan pil pahit. Di stasiun belum ada layanan rapid antigen. Petugas mengatakan kalau baru bisa melayani tes itu pada Selasa, 22 Desember 2020. Seketika itu juga saya merasa seperti bola pingpong. Dimainkan dari sisi kiri ke sisi kanan. Benar-benar tak jelas.

Bukan saya yang menjadi satu-satunya yang mempertanyakan hal tersebut. Ada pula penumpang yang juga kecewa berat. Mereka pun bertanya: “Bagaimana ini? Karena Selasa saya berangkatnya.” Para petugas hanya bisa menjawab klise "Balik lagi Selasa, Bu,".

Selasa, 22 Desember 2020, pukul 13.00 WIB, 3 jam sebelum keberangkatan saya. Penumpukan terjadi di area CS. Ada antrean panjang yang terjadi dan banyak orang yang menunggu. Semua penumpang berpikiran sama: segera tes rapid antigen! Gak ada kompromi lagi.

Yang bikin makin geregetan, seorang satpam yang berjaga di depan ruangan CS memberi saran enteng. "Batalkan aja tiketnya, Mas,". Dia mengatakan kalau antrean rapid antigen sudah penuh. Padahal, saya sudah mempersiapkan diri dari awal.

Akhirnya, saya terpaksa legawa. Tak ada pilihan lain selain refund tiket. Angan-angan menghadiri pernikahan saudara harus sirna dalam sekejap. Memang, refund yang diberikan oleh PT KAI adalah 100 persen, minus Rp10 ribu untuk biaya admin. Walaupun terpaksa ikhlas, kekecewaan pasti ada.

Bukankah dalam surat keputusan terkait kebijakan antigen ini harus diberikan tiga hari sebelum keberangkatan? Itu artinya, seharusnya PT KAI sudah menyediakan fasilitas antigen pada Sabtu-nya. Kalaupun tidak bisa, seharusnya langsung diinformasikan jika memang belum ada rapid test antigen di stasiun agar tidak membuat penumpang mondar-mandir. Semoga PT KAI berbenah dan memperbaiki layanan supaya tidak ada lagi yang kecewa seperti saya.

Baca Juga: Antrean Antigen di Stasiun Gubeng Membludak, Penumpang Batalkan Tiket

Topik:

  • Dida Tenola

Berita Terkini Lainnya