Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Istimewa
Pesan berantai ajakan doa bersama di gunung Lawu tolak proyek Geothermal. IDN Times/Istimewa.

Intinya sih...

  • Poster "Undangan Terbuka! Dukun, Tokoh Spiritual & Paranormal Selingkar Lawu" viral di medsos

  • Gunung Lawu dikenal sebagai gunung sakral dan pusat laku spiritual masyarakat Jawa

  • Kementerian ESDM memastikan proyek panas bumi tak sentuh kawasan sakral Gunung Lawu

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Magetan, IDN Times – Jagat maya tengah diramaikan oleh beredarnya poster bertajuk “Undangan Terbuka! Dukun, Tokoh Spiritual & Paranormal Selingkar Lawu.” Ajakan itu mengundang para praktisi spiritual dari berbagai daerah lingkar Gunung Lawu untuk menggelar doa bersama di Cemorosewu pada Jumat Legi, 24 Oktober 2025.

Kegiatan ini diklaim sebagai doa bersama untuk keselamatan alam sekaligus penolakan terhadap kerusakan lingkungan, di tengah ramainya wacana pemanfaatan energi panas bumi (geotermal) di kawasan sekitar Gunung Lawu. Dalam poster yang beredar, tampak orang-orang berpakaian tradisional duduk melingkar di depan api unggun, dengan latar Gunung Lawu yang megah. Tulisan besar di bagian bawah poster menegaskan pesan utama kegiatan ini:

“Doa bersama untuk kelestarian Gunung Lawu dan penolakan eksploitasi alam.”

1. Viral di medsos, disebut “Suara halus dari lereng Lawu”

Penampakan Gunung Lawu dari Kabupaten Magetan. IDN Times/Riyanto.

Poster tersebut dengan cepat menyebar di berbagai grup WhatsApp dan media sosial. Banyak warganet menilai ajakan itu sebagai “suara halus dari lereng Lawu” simbol peringatan spiritual terhadap rencana eksplorasi geotermal yang dianggap bisa mengganggu keseimbangan alam. “Lawu itu bukan cuma gunung, tapi ruang spiritual. Kalau sampai diganggu proyek besar, ya wajar kalau warga resah,” tulis salah satu pengguna X (Twitter).

Namun, tidak sedikit pula yang menganggap kegiatan ini sebagai gerakan positif untuk menjaga kelestarian alam dan menghidupkan kembali nilai spiritual masyarakat. Pesan berantai tersebut kini bahkan menyebar hingga ke komunitas spiritual di Magetan, Karanganyar, hingga Tawangmangu.

2. Gunung Lawu, Gunung sakral yang dijaga laku spiritual

Kawah Candradimuka Gunung Lawu yang akan dijadikan proyek panas bumi. IDN Times/Istimewa.

Gunung Lawu sejak lama dikenal sebagai gunung sakral dan pusat laku spiritual masyarakat Jawa. Setiap tahunnya, ribuan peziarah datang ke Candi Cetho, Sendang Drajat, hingga petilasan Prabu Brawijaya untuk bersemedi dan memanjatkan doa.

Bagi masyarakat sekitar, Lawu bukan sekadar sumber daya alam, tapi juga ruang hidup yang menghubungkan manusia dengan leluhur dan semesta. Itulah sebabnya, isu eksplorasi panas bumi di sekitar gunung ini menimbulkan kekhawatiran tersendiri di kalangan warga dan pegiat spiritual.

“Kalau alam rusak, bukan cuma ekosistemnya yang hilang, tapi juga energi spiritual yang selama ini dijaga,” ujar Purwadi, salah satu tokoh kejawen asal Parang, Magetan.

3. Pemerintah pastikan proyek panas bumi tak sentuh kawasan sakral

Kawah Candradimuka Gunung Lawu yang akan dijadikan proyek panas bumi. IDN Times/Istimewa.

Menanggapi ramainya perbincangan ini, belakangan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akhirnya buka suara. Mereka menegaskan bahwa proyek panas bumi yang ramai disebut berada di Gunung Lawu sebenarnya berlokasi di wilayah Jenawi, Karanganyar, bukan di kawasan inti atau puncak Lawu yang dianggap sakral.

“Area sakral seperti Lawu sudah dikeluarkan dari daftar wilayah kerja panas bumi, demi menghormati kearifan lokal dan nilai spiritual masyarakat,” tegas pihak Kementerian dalam keterangan resminya.

Proyek Genawi Geothermal sendiri merupakan bagian dari 10 proyek energi hijau nasional yang dilelang secara terbuka tahun ini. Meski begitu, bagi masyarakat lingkar Lawu, gunung tersebut bukan hanya sumber energi, tetapi juga sumber makna dan keseimbangan hidup. Banyak pihak berharap, ke depan pembangunan dan kearifan lokal bisa berjalan beriringan, agar Gunung Lawu tetap lestari bukan hanya secara ekologis, tapi juga secara spiritual.

Editorial Team