Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Unair (unair.ac.id)
Unair (unair.ac.id)

Intinya sih...

  • Unair masuk zona merah risiko integritas penelitian, menurut laporan Research Integrity Risk Index.

  • Ketua LPJPHKI UNAIR menyatakan evaluasi luar harus disandingkan dengan data internal dan proses pembenahan di kampus.

  • Unair telah menjalankan berbagai langkah strategis untuk memperkuat budaya publikasi yang beretika dan berkualitas, termasuk penerapan SOP Etika Publikasi, workshop rutin, serta program Unair Menulis.

Surabaya, IDN Times - Universitas Airlangga (Unair) buka suara soal laporan terbaru Research Integrity Risk Index yang menyebutkan kampus ini masuk ke dalam zona merah risiko integritas penelitian. Zona tersebut mengindikasikan tingkat integritas riset dan publikasi ilmiah yang dipandang rendah oleh pemeringkatan internasional.

Ketua Lembaga Inovasi, Pengembangan Jurnal, Penerbitan dan Hak Kekayaan Intelektual (LPJPHKI) UNAIR, Prof Hery Purnobasuki M Si Ph D mengatakan, berkaitan dengan laporan Research Integrity Index (RI2) itu, evaluasi dari luar harus disandingkan dengan data internal dan proses pembenahan yang tengah berlangsung di lingkungan kampus. Ia pun menampik data RI2 yang menyebut Unair mempublkkasi 5.995 artikel bermasalah.

“Kita tidak menampik ada data seperti itu, tetapi jumlah yang disebutkan terlalu besar dan tidak sesuai dengan data internal kami. Kalau disebut ada 5.000 artikel bermasalah, di data kami hanya ada sekitar 2.000-an,” ujarnya.

“Dulu kita baru belajar. Banyak mahasiswa butuh publikasi untuk syarat kelulusan, dan para dosen pun mengejar kinerja. Waktu itu banyak jurnal terlihat aman, tapi kemudian di diskontinu oleh Scopus,” imbuhnya.

Menurutnya, Unair telah menjalankan berbagai langkah strategis untuk memperkuat budaya publikasi yang beretika dan berkualitas. Di antaranya adalah penerapan SOP Etika Publikasi, yang disertai edukasi dan pendampingan aktif kepada dosen dan peneliti.

"Selain itu, Unair juga menggelar workshop rutin dan penyusunan buku terkait etika publikasi untuk pegangan dosen," ujarnya.

Sementara itu, program Unair Menulis yang berlangsung rutin setiap pekan menjadi sarana penting untuk membina penulis menargetkan jurnal bereputasi dan menghindari jurnal predator. Upaya ini juga didukung oleh Tim e-IPKI, yang bertujuan membantu dan mengintervensi publikasi bermasalah sejak awal.

“Sebagai bentuk kepedulian universitas untuk menyediakan wadah publikasi yang tidak hanya bergantung ke jurnal di luar negeri, UNAIR juga telah mengelola 20 jurnal terindeks scopus dengan rentang kuartil Q1 hingga Q4,” paparnya.

Hery menyebut, sejak 2017, Unair menunjukan transformasi signifikan dari segi publikasi ilmiah, dari semula berorientasi kuantitas menuju penekanan kuat pada kualitas. Hingga 2025, lebih dari 45 persen publikasi Unair telah terbit di jurnal top 50 persen (Q1-Q2) dan 72 persen di jurnal top 75 persen (Q1-Q3). Tak hanya itu, publikasi di jurnal Q1 telah mencapai 23,9 persen dan menunjukan tren peningkatan tahunan. “Kita tidak hanya produktif, tapi juga makin berdampak. Hari ini sudah lebih dari 22.751 paper UNAIR terindeks Scopus,” pungkas dia.

Research Integrity Risk Index

Universitas Airlangga (UNAIR) menempati peringkat kedua di Indonesia dalam RI² (Research Integrity Risk Index), sebuah indeks global pertama yang mengukur risiko kelembagaan terhadap integritas riset. RI² dikembangkan oleh Prof. Lokman Meho dari American University of Beirut sebagai respons atas kekhawatiran bahwa sistem pemeringkatan universitas dunia kerap mendorong kuantitas publikasi dan sitasi, tanpa memperhatikan etika dan kualitas riset. Indeks ini menggunakan dua indikator utama, yaitu R Rate yang merupakan jumlah artikel yang ditarik kembali (retracted) per 1.000 publikasi, yang mencerminkan pelanggaran serius dalam metodologi atau etika. Juga D Rate atau persentase publikasi yang muncul di jurnal yang baru-baru ini dihapus dari Scopus atau Web of Science karena tak memenuhi standar.

Editorial Team