Potret kelompok karawitan sebagai pengiring misa. IDN Times/Talita Hariyanto
Masih menurut Romo Didik, ada dua alasan yang melatarbelakangi Gua Maria Puhsarang Kediri sebagai tempat digelarnya Misa Tirakatan Jumat Legi.
"Kekhasan pertama, ini (Gua Maria Puhsarang) adalah situs budaya yang jadi permulaan misi kekatolikan di Jawa, di mana Romo Walters orang Belanda membangun situs gereja lama di tahun 30-an untuk mengawinkan antara kitab suci agama Kristiani dengan budaya Jawa, kultur Majapahit," tutur romo berkacamata itu.
Kekhasan kedua terkait grotto Gua Maria. Menurut tradisi Katolik, sejak zaman dahulu pengalaman akan penampakan Bunda Maria di tempat-tempat tertentu mendapat perhatian khusus. Tak terkecuali di Sanctuary of Our Lady of Lourdes, Prancis, yang kemudian direplika menjadi Gua Maria Pohsarang, Kediri.
"Umat Katolik meyakini bahwa Ibu Maria adalah ibu yang menampung seluruh keluh kesah anak-anaknya. Sejauh dia (umat) memohon dan berniat untuk baik, maka bisa melalui medium tempat ini. Tempat ini menjadi tempat devosi kepada Bunda Maria," tegas Romo Vikaris Pastoral Keuskupan Surabaya ini.
Sejalan dengan pendapat Romo Didik, Romo Leo juga menyinggung tentang penghayatan devosi, terkhusus kepada Bunda Maria.
"Kita secara khusus menghaturkan doa dan permohonan melalui perantaraan Bunda Maria, sehingga apa yang menjadi cita-cita kita, harapannya bisa disampaikan kepada Tuhan Yesus. Itu yang bisa kita imani," kata romo rekan di Paroki Santo Vincentius a Paulo Kediri itu.
Uniknya lagi, Misa Tirakatan Jumat Legi memakai tradisi budaya dan bahasa Jawa, baik dalam perayaan liturgi, musik-musik liturgi, maupun nyanyian liturgi.
"Sedapat mungkin mereka (petugas liturgi) yang bertugas di dalam perayaan Jumat Legi ini menggunakan iringan-iringan Jawa, misalnya gamelan. Ketika memang tidak bisa diupayakan, paling tidak menggunakan alat musik keroncong, sehingga budaya Jawanya mengena di kehidupan masyarakat," jelas romo yang baru ditahbiskan tahun lalu itu.
Setiap perayaan Jumat Legi, selalu ada subtema khusus yang dihayati para umat. Subtema pada bulan Agustus ini adalah "Iman yang Terbuka pada Wawasan". Melalui subtema ini, Romo Leo berharap agar umat Katolik memiliki keterbukaan pikiran dan hati terhadap segala hal.
"Dengan begitu, kita sungguh-sungguh bisa masuk ke dalam seluruh lini kehidupan bermasyarakat, tidak terbatas pada pikiran, konsep, dan gagasan kita sendiri. Dengan demikian, kita akan lebih mudah masuk di tengah-tengah masyarakat untuk berdialog," paparnya.