Ponorogo, IDN Times – Publik Ponorogo dibuat tercengang usai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang menyeret tiga pejabat penting di daerah itu, Jumat (7/11/2025). Salah satu yang ikut ditangkap adalah dr. Yunus Mahatma, Direktur RSUD dr. Harjono Ponorogo.
Namun di balik kasus ini, muncul fakta yang tak kalah menarik: Yunus ternyata memiliki kekayaan paling fantastis di antara dua pejabat lain yang ikut terjaring OTT, yaitu Bupati Sugiri Sancoko dan Sekda Agus Pramono.
Berdasarkan data dari Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) 2024, yang diakses melalui laman elhkpn.kpk.go.id, Yunus tercatat memiliki total kekayaan sebesar Rp14,54 miliar, setelah dikurangi utang senilai Rp800 juta.
Jumlah ini membuatnya menjadi pejabat terkaya di antara trio yang kini tengah diperiksa KPK. Sebagai perbandingan, Bupati Sugiri memiliki harta Rp6,3 miliar, sementara Sekda Agus tercatat Rp8,8 miliar.
Dalam laporan LHKPN, harta Yunus terdiri dari tanah dan bangunan senilai Rp9,25 miliar, alat transportasi dan mesin Rp1,11 miliar, kas dan setara kas Rp4,7 miliar, serta harta lainnya Rp250 juta.
Yang menarik, aset tanah dan bangunannya tersebar di tiga kota besar, yakni Madiun, Surabaya, dan Karanganyar. Di Madiun, Yunus memiliki tanah seluas 4.600 meter persegi senilai Rp2,5 miliar. Ia juga tercatat memiliki rumah di Surabaya dengan nilai fantastis mencapai Rp2,75 miliar.
Selain aset properti, Yunus juga melaporkan kepemilikan dua mobil pribadi, yakni Honda HR-V tahun 2021 senilai Rp240 juta dan BMW 320 tahun 2023 dengan nilai Rp875 juta. Seluruh kekayaan tersebut disebut berasal dari hasil sendiri.
Pasca-OTT yang menyeret tiga pejabat penting Ponorogo itu, masyarakat mulai mempertanyakan asal-usul kekayaan luar biasa sang direktur rumah sakit pelat merah tersebut. “Kasus ini bukan cuma soal OTT, tapi juga membuka mata publik soal gaya hidup dan kekayaan pejabat daerah,” ujar salah satu warga Ponorogo yang enggan disebut namanya, Sabtu (8/11/2025).
Sebagai informasi, pelaporan LHKPN merupakan kewajiban setiap penyelenggara negara sebagaimana diatur dalam UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
