13 Mei 2018, lima bom mengguncang Surabaya dan Sidoarjo. Ada 28 orang meregang nyawa, puluhan terluka. Melalui pengakuan saksi dan korban, kami mencoba menceritakannya kembali. Penuturan mereka menunjukkan bahwa apapun dalihnya, terorisme adalah kejahatan kemanusiaan dan tak selayaknya mendapat tempat di muka bumi.
Surabaya, IDN Times - Seperti hari-hari piket biasanya, setelah menjalankan apel, Bipda Ahmad Muaffan Alaufa dan seorang rekannya pagi itu langsung mengambil tempat di pintu masuk Markas Polisi Resort Kota Besar Surabaya. Sementara tiga anggota lainnya berjaga di dalam pos pemeriksaan.
Yang berbeda hari itu adalah ia dan sang rekan harus menggunakan peralatan lengkap. Selain helm dan rompi anti peluru, mereka juga diwajibkan menenteng senjata laras panjang. Rentetan bom yang meledak di tiga gereja Surabaya dan rusun Sidoarjo menjadi perhatian pihak Polrestabes.
Sebaliknya, bagi anggota yang bertugas di lapangan, mereka diminta untuk tidak menggunakan pakaian dinas. "Status institusi saat itu Siaga 1. Jika biasanya pakaian semi dinas, selain yang jaga piket diminta berkostum sipil," ujar Muaffan saat berbincang dengan IDN Times, Kamis 2 Mei 2019. Instruksi ini dikeluarkan untuk menghindari adanya serangan terhadap polisi.