Surabaya, IDN Times - Menjelang pukul 14.00 WIB, udara Surabaya terasa hangat namun penuh antusiasme, Minggu (2/11/2025). Sejak pukul 11.00 WIB, warga sudah mulai berdatangan ke kawasan Tugu Pahlawan, titik awal gelaran Parade Surabaya Juang 2025. Di sepanjang sisi kiri dan kanan jalan, orang-orang duduk, berdiri, sebagian membawa payung, sebagian lagi membawa bendera kecil merah-putih di tangan anak-anak mereka.
Pagar besi sudah tersusun rapi membatasi jalur parade. Petugas Dishub, Satpol PP, dan kepolisian tampak sigap mengatur lalu lintas yang mulai dialihkan. Namun bukan itu yang paling mencuri perhatian, suasana hari ini terasa seperti ruang memori kolektif yang dibuka kembali, tentang perjuangan, ingatan, dan keberanian.
Tahun ini, parade mengusung tema “Surabaya Epic”, menampilkan teatrikal perjuangan yang menonjolkan kisah pahlawan perempuan. Sorotan utama jatuh pada Ning Rini Indriyani, Ketua TP PKK Surabaya, yang akan memerankan sosok Lukita Ningsih, pemimpin Laskar Putri pada masa Revolusi 1945.
Rina (35), warga Tambaksari yang datang bersama anaknya yang masih duduk di bangku sekolah dasar, terlihat paling tidak sabar menunggu. “Sudah enggak sabar lihat Bu Rini main teater, tahun lalu keren banget. Katanya sekarang lebih megah,” ujarnya sambil mengipasi anaknya yang duduk di trotoar.
Di tengah gegap-gempita itu, Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi hadir dengan pesan yang tidak sekadar seremonial. Ketika lampu panggung padam dan musik perjuangan mengisi atmosfer, suara Eri menggema mengalahkan sorakan penonton.
“Saya titipkan kota ini bukan kepada penguasa,” ujarnya dengan lantang.
“Perjuangan itu bukan hanya milik pemerintah. Warga yang diberi kemampuan, harta, pemikiran, dan tenaga, semua punya peran. Karena Surabaya masih punya stunting, masih punya kemiskinan, masih punya kebodohan. Maka perjuangan kita belum selesai," tegasnya menambahkan.
Perkataannya seperti menampar pelan kesadaran bersama. Parade ini bukan sekadar tontonan. Jalanan bukan sekadar panggung. Ada pesan yang ingin dikembalikan, bahwa semangat 10 November bukan kisah lama, tapi tugas hari ini.
Eri melanjutkan, kali ini lebih pelan, namun justru terasa semakin kuat. “Waktunya kita bersatu padu meneruskan perjuangan kemerdekaan. Bukan saling bermusuhan. Semua warga Surabaya adalah pejuang. Kita berjuang dengan cara masing-masing. Bukan untuk popularitas, tapi untuk kesejahteraan saudara-saudara kita di Surabaya," tegasnya.
Sementara itu, rute parade akan memanjang dari Tugu Pahlawan, melewati Jalan Tunjungan, dan berakhir di Balai Pemuda. Lebih dari 2.000 peserta dari berbagai elemen masyarakat akan tampil membawa napas perjuangan menembus keramaian kota.
Dan di sepanjang jalan, warga menunggu: bukan hanya menunggu pertunjukan teatrikal, tetapi juga menunggu untuk merasakan kembali sesuatu yang sering terlupakan, rasa menjadi bagian dari kota yang besar karena perjuangan orang-orangnya. Di Surabaya, perjuangan ternyata belum pernah selesai.
