Surabaya, IDN Times – Mata Teguh Iman Hidayat (30) terfokus pada sehelai kain di meja mesin jahitnya, Sabtu (11/9/2021) pagi. Kedua tangannya menari menggeser kain perca seirama dengan bunyi derik jarum jahitnya. Sesekali, ia mengeryitkan dahi sembari mengelap butiran keringat yang ada di keningnya.
Pria asal Cilacap, Jawa Tengah ini adalah salah satu pekarya di Rumah Batik Wistara, Surabaya. Sebuah home industri yang mempekerjakan para difabel. Teguh satu-satunya difabel daksa yang bekerja di rumah batik milik Aryo Setiawan ini. Mayoritas difabel yang bekerja di sini ialah difabel rungu dan wicara.
Raut wajah Teguh langsung berubah saat mengobrol dengan IDN Times, seputar perjalanan hidupnya sebagai difabel sebelum bekerja di Rumah Batik Wistara. "Susah," ujarnya singkat.
Teguh mengeluhkan sulitnya mendapatkan peluang pekerjaan. Banyak yang tak percaya dia bisa bekerja meski tuna daksa.
Karena keadaan itu, ia tak menyerah. Berbagai pelatihan yang digelar dinas sosial ia ikuti. Teguh terus mengasah keterampilannya agar bisa bekerja, tidak terus menerus bergantung pada orangtua dan menjadi beban keluarga. Suatu kali ia berjanji pada diri sendiri, jika sudah punya bekal keterampilan, ia akan langsung bekerja.
Tapi Teguh termasuk yang beruntung dibanding teman-teman difabel di sekitarnya. Sebab, ia sudah mempunyai kenalan beberapa orang pemerintahan di Jawa Tengah, lantaran pernah menjadi salah satu atlet tenis meja kategori difabel daksa. Meski tidak sampai kancah nasional, Teguh cukup dikenal karena pintar bergaul.
"Karena saya susah tembus nasional, saya pilih cari pelatihan. Lewat jalur atlet itu saya dapat informasi kalau ada pelatihan menjahit untuk difabel di Solo. Saya langsung ke sana," Teguh menjelaskan.
Teguh tidak membayangkan apabila ia tidak memiliki potensi lain yakni atlet, pasti bakal sangat sulit mengakses informasi pelatihan bagi difabel. Sudah sulit mendapat akses informasi, balai pelatihan untuk difabel juga sangat sedikit.
"Banyak difabel terkendala transportasi. Karena gak semua tempat (pelatihan) ada. Di Indonesia sendiri cuma ada di Solo, Yogyakarta sama di Jawa Timur itu di Pasuruan," dia menambahkan. "Teman-teman itu kebanyakan gak tahu cara masuknya, dinas sosial juga kurang aktif."