Hanif menceritakan bahwa sejak menjadi Ketua KPPS Pilgub Jatim 2008, Sunaryo tidak pernah kelelahan hingga dilarikan ke rumah sakit. Pemilu serentak 2019 ini pertama kalinya Sunaryo tumbang hingga akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya.
"Biasanya itu malam sudah selesai penghitungan. Tapi tahun ini sampai pagi. Bapak buka TPS dari jam 06.00 WIB sampai besok paginya lagi," kenang Hanif.
Sunaryo memang berada di TPS 13 Kelurahan Kapas Madya sejak pukul 06.00 WIB, Rabu (17/4). Penghitungan suara telah selesai keesokan paginya, Kamis (18/4) sekitar pukul 07.00 WIB. Namun Sunaryo melanjutkan untuk menyerahkan hasil pemungutan suara ke kelurahan hingga pukul 10.00 WIB.
"Bapak lalu istirahat sebentar sejam. Langsung berangkat ngajar pulang jam 5 sore. Masih belum kenapa-kenapa. Besoknya baru muntah-muntah," lanjut Hanif.
Sunaryo sempat dilarikan ke Instalasi Gawat Darurat RSUD Dr Soewahdie pada Jumat (19/4) malam. Namun lantaran keadaannya membaik, ia diperkenankan pulang pada Sabtu (20/4) dini hari. Tapi sayangnya keadaan Sunaryo kembali menurun pada malam harinya.
"Di RS Haji langsung masuk rawat inap. Hari Senin masun ICU. Akhirnya Rabu sore meninggal," tutur Hanif mengakhiri ceritanya.
Kini Hanif kehilangan sang bapak. Bapaknya yang telah terlatih menjadi ketua KPPS pun gugur karena panjangnya proses pemungutan hingga penghitungan suara di Pemilu 2019. Terang saja, tahun ini ada 5 surat suara yang berarti 5 kali lipat pekerjaan dan waktu yang dibutuhkan oleh KPPS.
"Saya tahu pasti ini menghemat waktu dan uang negara. Tingkat partisipasi pasti lebih tinggi karena efisien. Tapi dilihatlah manusianya, kasihan bapak sama teman-temannya. Saya sih berharapnya semoga kembali ke tahun-tahun sebelunya (Pilpres dan Pileg terpisah)," tandas Hanif.