Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Times/Fitria Madia

Surabaya, IDN Times - Keranda sudah diselimuti kain hijau bertuliskan lafaz bahasa arab. Beberapa lelaki berdiri di samping kiri dan kanannya sembari menundukkan kepala mendengarkan doa yang disampaikan dengan khidmat. Di dalam keranda itu telah berbaring Sunaryo, sesosok ketua Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang gugur usai merampungkan tugasnya, Rabu (25/4).

Tak hanya pihak keluarga yang nampak akan mengantarkan Sunaryo ke tempat peristirahatan terakhirnya. Terlihat dua orang lelaki berseragam Linmas yang juga turut ikut memegangi keranda. Salah satu Linmas yang lebih tua nampak sudah tak kuasa menahan tangisnya. Berkali-kali ia mengusap mata dengan lengan seragam berwarna hitam itu.

1. Proses pemakaman berlangsung haru

Ilustrasi korban lakalantas. (IDN Times/Sukma Shakti)

 

Jarum jam sudah menunjukkan pukul 19.30 WIB. Langit yang gelap seperti mendukung suasa kelabu kala itu. Tamu-tamu berdatangan mulai dari tetangga, sanak saudara, pejabat pemerintahan kota, hingga awak media. Semuanya turut menjadi saksi kepergian Sunaryo ke liang kubur.

"Telah berpulang saudara kita Bapak Sunaryo usia 57 tahun. Bapak Sunaryo ini selama hidupnya sae nopo mboten?" ujar salah satu warga yang merupakan modin kampung tersebut. 

Semua warga di sana menyahut kompak "sae," atau yang dalam bahasa Indonesia artinya baik. Mendengar antusiasme warga yang menyebut Sunaryo baik, sesosok wanita berjilbab kuning di samping keranda pun semakin dalam menenggelamkan wajahnya dengan kerudung, berusaha meredam tangisannya.

2. Proses pemakaman diikuti pihak Pemkot Surabaya

IDN Times/Fitria Madia

 

Kepergian Sunaryo tak hanya menjadi pukulan bagi kerabatnya. Terlihat beberapa perwakilan Pemerintah kota datang sejak jenazah tiba di rumah duka antara lain Camat Tambaksari Ridwan Mubarun dan Lurah Kapas Madya Siswono. Ada pula Kepala BPB dan Linmas Pemkot Surabaya yang diutus langsung oleh Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini.

"Bapak Sunaryo merupakan salah satu pahlawan demokrasi 2019 bagi kami. Insyaa Allah akan kami catat dengan tinta emas di memori kami, di kantor kami. Dan kami berdasarkan keyakinan kami beliau meninggal dalam jihad, dalam jalan Allah untuk menentukan pemimpin-pemimpin terbaik bagi negeri ini," ujar Kepala BPB dan Linmas Pemkot Surabaya, Eddy Christijanto.

Usai dibacakan sambutan dan doa-doa, jenazah Sunaryo dibawa ke masjid terdekat untuk disalati dan dimakamkan di TPU Rangkah. Berbondong-bondong warga pun ikut mengantarkan Sunaryo.

3. Sang anak bingung melanjutkan keluarga

IDN Times/Fitria Madia

Hanif Arifinanda, anak semata wayang Sunaryo berusaha tegar usai memakamkan bapaknya. Ia menyapa rekan-rekan kuliahnya yang datang melayat. Sebelum bersalaman dengan teman-temannya, ia pamit sebentar untuk membasuh tangan yang penuh tanah kuburan.

"Saya gak tahu lagi mau gimana setelah ini. Saya maunya gantiin Bapak sebagai kepala rumah tangga soalnya gak mau Ibu kerja. Tapi Ibu mau saya kuliah. Gak tahu gimana. Nanti akan saya bahas lagi sama Ibu," tutur Hanif menceritakan kebingungannya atas kepergian sang bapak.

Hanif saat ini masih berstatus sebagai mahasiswa semester 6 jurusan Ekonomi Syariah di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya. Kepergian sang bapak yang tiba-tiba membuatnya bingung untuk melanjutkan keluarga karena kehilangan tulang punggung keluarga.

4. Sunaryo sudah menjadi ketua KPPS sejak 2008

IDN Times/Fitria Madia

 

Sunaryo di mata Hanif merupakan seorang bapak yang disiplin dan bertanggung jawab. Ia menafkahi dengan baik keluarga kecilnya dari gaji seorang guru olahraga di SDN Ploso V. Sedari kecil, Hanif telah ditanamkan nilai-nilai tanggung jawab yang tinggi terutama kepada masyarakat. 

Nilai-nilai tersebut diimplementasikan oleh Sunaryo dengan baik. Terbukti, sejak 2004 Sunaryo telah mengajukan diri menjadi sekretaris RT dan sekretaris RW setempat. Selain itu, ia juga tanpa absen menjadi ketua KPPS di lingkungan tersebut sejak Pemilihan Gubernur Jawa Timur 2008.

"Tahun ini Bapak sebenarnya bukan lagi ketua KPPS. Tapi di daerah sana dapat referensi. Jadi akhirnya minta bapak untuk jadi ketua KPPS dan bapak mau," jelas Hanif lirih.

5. Pemilu terberat dan terakhir bagi Sunaryo

IDN Times/Fitria Madia

Hanif menceritakan bahwa sejak menjadi Ketua KPPS Pilgub Jatim 2008, Sunaryo tidak pernah kelelahan hingga dilarikan ke rumah sakit. Pemilu serentak 2019 ini pertama kalinya Sunaryo tumbang hingga akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya.

"Biasanya itu malam sudah selesai penghitungan. Tapi tahun ini sampai pagi. Bapak buka TPS dari jam 06.00 WIB sampai besok paginya lagi," kenang Hanif.

Sunaryo memang berada di TPS 13 Kelurahan Kapas Madya sejak pukul 06.00 WIB, Rabu (17/4). Penghitungan suara telah selesai keesokan paginya, Kamis (18/4) sekitar pukul 07.00 WIB. Namun Sunaryo melanjutkan untuk menyerahkan hasil pemungutan suara ke kelurahan hingga pukul 10.00 WIB.

"Bapak lalu istirahat sebentar sejam. Langsung berangkat ngajar pulang jam 5 sore. Masih belum kenapa-kenapa. Besoknya baru muntah-muntah," lanjut Hanif.

Sunaryo sempat dilarikan ke Instalasi Gawat Darurat RSUD Dr Soewahdie pada Jumat (19/4) malam. Namun lantaran keadaannya membaik, ia diperkenankan pulang pada Sabtu (20/4) dini hari. Tapi sayangnya keadaan Sunaryo kembali menurun pada malam harinya.

"Di RS Haji langsung masuk rawat inap. Hari Senin masun ICU. Akhirnya Rabu sore meninggal," tutur Hanif mengakhiri ceritanya.

Kini Hanif kehilangan sang bapak. Bapaknya yang telah terlatih menjadi ketua KPPS pun gugur karena panjangnya proses pemungutan hingga penghitungan suara di Pemilu 2019. Terang saja, tahun ini ada 5 surat suara yang berarti 5 kali lipat pekerjaan dan waktu yang dibutuhkan oleh KPPS.

"Saya tahu pasti ini menghemat waktu dan uang negara. Tingkat partisipasi pasti lebih tinggi karena efisien. Tapi dilihatlah manusianya, kasihan bapak sama teman-temannya. Saya sih berharapnya semoga kembali ke tahun-tahun sebelunya (Pilpres dan Pileg terpisah)," tandas Hanif.

Editorial Team