Cuitan Ernest Prakasa mengenai Gilang yang diketahui sebagai Fetish Kain Jarik (Twitter.com/ernestprakasa)
Sepekan usai utas tersebut viral, Gilang akhirnya ditangkap. Ia tengah berada di rumahnya di Kapuas. Bukan melarikan diri, Gilang saat itu memang pulang kampung lantaran sudah tidak lagi berkuliah tatap muka di Unair. Saat ditangkap oleh polisi, Gilang dan keluarganya bersikap kooperatif. Bahkan, mereka sudah menyiapkan pengacara untuk menemani proses hukum Gilang di Surabaya.
Setelah melalui proses pemeriksaan, penyidik Polrestabes Surabaya memutuskan untuk menjerat Gilang dengan Pasal 27 ayat (4) Jo pasal 45 ayat (4) dan atau pasal 29 Jo pasal 45B UU No. 19 Tahun 2016 tentang ITE dan atau pasal 335 KUHP. Dengan ini, Gilang dianggap bersalah akibat tindakannya memeras atau mengancam korbannya. Ia tidak dihukum atas tindakan pencabulan yang ia lakukan.
"Kami juga menggali dan melibat kira-kira pasal sangkaan yang bisa diterapkan ini antara lain apa saja. Sejauh ini belum bisa untuk diterapkan kepada perbuatan tersangka jadi kita terapkan UU ITE karena perbuatan tersangka yang mengancam korban," ungkap Kapolrestabes Surabaya Kombes Pol Jhonny Edison Isir saat konferensi pers di Mapolrestabes Surabaya, Sabtu (8/8/2020).
Padahal, yang ditakutkan oleh para korban ataupun masyarakat bukanlah ancaman dari Gilang. Melainkan akal muslihat Gilang untuk membuat korbannya terbungkus kain jarik. Padahal sebenarnya pembungkusan tersebut digunakan untuk memuaskan nafsu seksual Gilang. Dalam hal ini, para korban pun merasa telah dilecehkan.
Pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar pun menilai selain UU ITE, Gilang harusnya dijerat dengan pidana inti. Menurutnya, inti pidana dalam kasus Gilang adalah pelecehan seksual yang dilakukan kepada para korbannya.
"Dalam konteks kasus Gilang sudah jelas bahwa yang terjadi adalah pelecehan seksual atau pelanggaran kesusilaan yang sudah terakomodir dalam Pasal 281 dan 295 KUHP," tuturnya.
Pasal 295 ayat (1) berbunyi:
"Setiap orang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib, memberitahukan, memberikan harapan, menawarkan atau memberikan bantuan jasa kepada orang lain bahwa karena perbuatannya dapat menimbulkan penyakit, kematian, penderitaan mental atau fisik seseorang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV."
Sementara, Pasal 281 berbunyi:
"Satu, barangsiapa sengaja merusak kesopanan di muka umum; Dua, barangsiapa sengaja merusakkan kesopanan di muka orang lain, yang hadir tidak dengan kemauannya sendiri, dihukum penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp4.500."