Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
20250924_063610.jpg
Tiket Bus Trans Jatim Koridor II Tribuana Tunggadewi. IDN Times/Ardiansyah Fajar.

Intinya sih...

  • Subsidi operasional Bus Trans Jatim hanya cukup hingga Juli 2026 tanpa tambahan alokasi dari Pemprov Jatim.

  • Transportasi publik ini melayani 5 juta orang per tahun dengan tarif terjangkau, membutuhkan tambahan anggaran sekitar Rp150 miliar untuk beroperasi hingga akhir tahun 2026.

  • Dishub Jatim menekankan bahwa subsidi transportasi publik adalah investasi sosial dan ekonomi yang memberikan manfaat besar bagi masyarakat.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Surabaya, IDN Times - Program unggulan transportasi publik Bus Trans Jatim kini menghadapi tantangan serius. Anggaran subsidi operasional yang menopang keberlanjutan layanan transportasi massal murah ini dipastikan hanya cukup hingga Juli 2026, jika tidak ada tambahan alokasi dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur (Jatim).

Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Jawa Timur, Nyono, mengungkapkan pihaknya telah melaporkan kondisi tersebut kepada Gubernur Khofifah Indar Parawansa dan memohon agar subsidi operasional tidak dikurangi, minimal untuk mempertahankan keberlangsungan layanan hingga akhir tahun 2026.

“Kami sudah berlapor ke Ibu Gubernur agar minimal operasional Bus Trans Jatim sampai koridor 8 itu mohon tidak dikurangi. Karena kalau dikurangi, efeknya sangat luar biasa bagi pengguna Trans Jatim. Sekarang penumpangnya 20 ribu per hari. Coba kalau itu putus, masyarakat pasti protes,” ujar Nyono, Kamis (23/10/2025).

Menurutnya, Trans Jatim telah menjadi moda andalan masyarakat. Setidaknya 5 juta orang menggunakan layanan ini setiap tahun, dengan tarif yang sangat terjangkau, yakni Rp5.000 untuk penumpang umum dan Rp2.500 untuk pelajar dan santri. “Kita mohon agar setahun ke depan tidak ada pengurangan subsidi, supaya bisa tetap beroperasi hingga akhir tahun 2026. Karena ini sangat membantu masyarakat,” katanya.

Saat ini, lanjut Nyono, anggaran subsidi Bus Trans Jatim belum mendapat tambahan untuk tahun 2026 dan hanya cukup hingga Juli. Untuk mempertahankan operasional hingga akhir tahun, diperlukan tambahan anggaran sekitar Rp150 miliar, dengan skema subsidi mencapai 80 persen dari total biaya operasional. “Subsidi ini yang membuat tarif Bus Trans Jatim bisa tetap murah. Kalau tanpa subsidi, biayanya bisa seperti Bus Trans Jatim Luxury, sampai Rp20-25 ribu per perjalanan,” bebernya.

Meski secara fiskal Pemprov Jatim mengalami tekanan akibat pengurangan dana Transfer Ke Daerah (TKD) dari pusat sebesar Rp2,8 triliun, Dishub tetap berharap agar dukungan terhadap transportasi publik tidak dikorbankan. "Kami sadar fiskal kita berkurang, tapi mohon jangan kurangi subsidi Trans Jatim. Tidak apa-apa tidak menambah koridor baru dulu, tapi operasional jangan sampai terganggu,” tegas Nyono.

Dishub Jatim sebelumnya menargetkan pembukaan tiga koridor tambahan. Satu di kawasan Gerbangkertasusila dan dua lainnya di wilayah Malang Raya. Namun, ekspansi itu kini tertunda karena keterbatasan anggaran. Kendati demikian, Nyono menegaskan bahwa subsidi transportasi publik bukanlah pemborosan, melainkan investasi sosial dan ekonomi. Dari sisi manfaat, program ini terbukti menurunkan tingkat kecelakaan lalu lintas, mengurangi kemacetan, menekan emisi karbon, serta mendorong mobilitas ekonomi masyarakat.

“Dari subsidi saja kita bisa mengembalikan 12–15 persen dalam bentuk cash money. Tapi manfaat lainnya jauh lebih besar, angka kecelakaan menurun, emisi turun, kemacetan berkurang, dan masyarakat terbantu ongkos transportasinya,” ungkapnya.

“Transportasi publik bukan hanya soal biaya, tapi soal keberlanjutan dan keadilan sosial. Kalau Trans Jatim berhenti, dampaknya bukan cuma ekonomi, tapi juga sosial dan lingkungan,” pungkas Nyono.

Editorial Team