Suami Maia Estianty Jadi Saksi, Irwan Mussry Ngaku Niat Pinjamkan Uang

Surabaya, IDN Times - Suami musisi Maia Estianty, Irwan Daniel Mussry memenuhi panggilan sebagai saksi dalam perkara dugaan gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Ia menjadi saksi pada kasus yang menjerat eks Kepala Bea Cukai Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Eko Darmanto di Pengadilan Negeri Tipikor Surabaya, Selasa (4/6/2024).
Pantauan IDN Times di lokasi, Irwan tiba bersama kuasa hukumnya sekitar pukul 09.30 WIB. Ia tampak memakai kemeja batik lengan panjang berwarna biru dengan kombinasi celana lain warna hitam. Sesampainya di Ruang Sidang Cakra PN Tipikor Surabaya, Direktur PT Time International Group ini langsung memberikan kesaksian.
1. Irwan tegaskan uangnya dipinjam Rp100 juta oleh Rendhie
Irwan langsung dicecar terkait aliran dana Rp100 juta yang diduga menjadi aliran gratifikasi ke terdakwa Eko Darmanto. Hal ini langsung dibantah Irwan yang menilai uang tersebut dia pinjamkan ke saksi Rendhie Okjiasmoko yang merupakan konsultan impor PT Time International Group.
"Saat itu Rendhie ini bilang mau pinjam uang Rp100 juta, karena Rendhie ini teman saya SMP jadi saya pinjamkan uang tersebut dengan menggunakan cek," kata Irwan.
Irwan mengaku tidak mengetahui jika uang Rp100 juta untuk Eko Darmanto terkait masalah kepabeanan. "Karena memang saat itu Rendhie yang bilang pinjam uang dan itu juga sudah dikembalikan oleh Rendhie dengan cara dicicil," bebernya.
Irwan mengaku baru mengetahui jika uang yang dipinjam oleh Rendhie diberikan kepada Eko Darmanto melalui rekening Ayu Andini. "Saya tahunya saat saya dimintai keterangan di KPK dan ditunjukkan bukti," bebernya.
Saat dimintai keterangan terkait masalah kepabeanan, Irwan mengaku jika sempat ada kendala terkait jumlah jam dengan kotak boks jam. "Saat itu saya memang meminta Rendhie yang mengurusi itu, tapi saya tidak mengetahui perkembangannya," jelasnya.
Irwan menjelaskan perusahaannya PT Time International Group menggunakan impor di tiga tempat bea cukai seperti Cengkareng, Tanjung Priuk, dan Tanjung Perak Surabaya. Sehingga saat adanya audit dari bea cukai Cengkareng, hal itu membuat perusahaannya dipanggil.
"Karena memang yang paling sering perusahaan kami pengurusan bea cukai di Cengkareng jadi perusahaan kami yang dipanggil," jelasnya.
Saat disinggung Irwan kenal dengan terdakwa Eko Darmanto, ia mengaku hanya sekali bertemu di Hotel Hayyt Jakarta. "Itu hanya dua menit dan terdakwa Eko Daemanto hanya minta foto saja setelah itu tidak pernah ketemu atau berkomunikasi lagi," jelasnya.
2. JPU KPK sebut tak ada perjanjian pinjam uang
Sementara itu, JPU KPK, Luki Dwi Nugroho mengatakan, kalau pihaknya mendapatkan fakta persidangan adanya aliran uang masuk dari Irwan kepada Rendhie kemudian ke Ayu Andini. Nah, Ayu ini mempunyai keterkaitan dengan terdakwa Eko.
"Kita mensinyalir uang itu menurut kami ada kaitannya pemberian kepada Pak Eko, dugaan kami seperti itu," tegas Luki.
Saat ditanya kalau dugaan uang milik Irwan untuk mengurus kepabeanan, Luki bilang, kalau pihaknya melihat posisi saksi Irwan saat ini sebagai direktur usaha importir yang memasukan barang dari luar negeri ke Indonesia.
"Itu membutuhkan jasa kepabeanan. Dalam fakta (sidang) juga ada masalah timbul dari usaha Pak Irwan," kata dia.
"Kita lihat dari berbagai sisi, dari perusahaan yang butuh ekspor impor butuh dokumen itu, kemudian Pak Irwan tahu Pak Eko ini meski singkat," ucapnya menambahkan.
Terkait alasan uang Rp100 juta yang dipinjamkan Irwan ke Rendhie, Luki menduga itu hanya modus saja. Karena menurutnya uang itu muaranya ke Ayu Andini hingga Eko Darmanto. Kemudian juga tidak ditemukan perjanjian pinjam uang antara Irwan dengan Rendhie.
"Uang itu tidak ada bukti proses pinjam peminjam. Pengakuan Pak Irwan uang Rp100 juta bukan uang sedikit, dia juga butuh pengembalian dari pihak Rendhie," katanya.
JPU KPK pun akan mendalami keterangan semua saksi dalam persidangan.
3. Eko diduga terima uang dari berbagai pengusaha
Dalam dakwaan yang dibacakan JPU KPK, Luki Dwi Nugroho, terdakwa Eko sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau Aparatur Sipil Negara (ASN) telah menerima gratifikasi berupa uang keseluruhannya berjumlah Rp23.511.303.640,24.
Masih dalam dakwaan, terdakwa Eko menerima gratifikasi dari pihak antara lain, dari Andri Wirjanto sebesar Rp1,37 miliar, Ong Andy Wiryanto Rp6,85 miliar, David Ganianto dan Teguh Tjokrowibòwo sebesar Rp300 juta dan Lutfi Thamrin serta M Choiril sebesar Rp200 juta.
Lalu ada juga berasal dari Irwan Daniel Mussry Rp100 juta, Rendhie Okjiasmoko Rp30 juta, Martinus Suparman Rp930 juta, Soni Darma Rp450 juta, Nusa Syafrizal melalui Ilham Bagus Prayitno sebesar Rp250 juta dan Benny Wijaya Rp60 juta.
Selain itu juga ada nama S Steven Kurniawan sebesar Rp2,3 miliar, Lin Zhengwei dan Aldo Rp204,3 juta. Serta ada pengusaha yang tidak diketahui namanya memberi Rp10,9 miliar.
Perbuatan terdakwa merupakan Tipikor yang diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 B juncto Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Selain dijerat dengan pasal gratifikasi, terdakwa juga dijerat oleh komisi anti rasuah dengan pasal tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).