Madiun, IDN Times - Berjarak 160 km dari Ibu Kota Provinsi Jawa Timur Surabaya, Madiun mempunyai segudang kisah masa lampau yang pelik. Cap merah masih melekat di kota yang berjarak lebih dekat dari Surakarta Jawa Tengah ini. Pasalnya, kota pecel ini pernah menjadi tempat saling bunuh anak bangsa karena isu komunis.
Peristiwa itu terjadi dua kali. Pertama pada tahun 1948, ketika anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) yang tergabung dalam Front Demokrasi Rakyat (FDR) bersama Pemuda Sosialis Indonesia (Pesindo), Partai Sosialis Indonesia dan Sentral Organisasi Buruh Indonesia (SOBSI) mencoba menguasai Madiun. Tokohnya ialah Moeso, Amir Sjarifuddin, dan Sumarsono. Usaha mereka membuat aparat, tokoh, dan ulama terbunuh.
Sejarawan Universitas Negeri Surabaya (UNESA), Aminuddin Kasdi mengatakan bahwa latar belakang peristiwa ini adalah jatuhnya kabinet Amir akibat kegagalannya pada perundingan Renville. Kecewa karena digulingkan, ia bersama Moeso pun memproklamasikan berdirinya pemerintahan Uni Soviet Indonesia di Madiun.
"Amir sudah membentuk tentara masyarakat di tahun 1946 sebelum menjabat Perdana Menteri. Tentara tersebut terdiri dari Pemuda Sosial Indonesia (Pesindo)," ujarnya.
Kejadian kedua tentu adalah pembersihan orang-orang yang dituduh terlibat sebagai anggota PKI pada 1965. Tak ada catatan pasti soal berapa jumlah korban. Diduga ada ratusan ribu orang yang dibantai, termasuk warga sipil di Madiun yang sempat dikuasai oleh PKI.
Dua peristiwa ini pun menuntun tim IDN Times untuk mengunjungi Madiun dan menggali potret Madiun pada peristiwa berdarah itu. Bersama pegiat sejarah dari Komunitas Historia van Madioen (HvM), IDN Times menelusuri beberapa bangunan bersejarah. Kami juga menemui pelaku maupun saksi sejarah.