Surabaya, IDN Times - DBH (67) hanya dapat tertunduk saat digelandang polisi Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jawa Timur (Jatim). Raut wajahnya tampak menyesal. Setelah kelakuan bejatnya terungkap. Iya, DBH adalah seorang yang seharusnya 'suci'. Ia dipercaya sebagai pemuka agama, menjadi seorang pendeta di kawasan Blitar. Namun predikat yang melekat pada dirinya itu dimanfaatkan untuk hal tercela. Seolah dijadikan senjata, memperdaya anak-anak. Dicabuli.
Praktik bejat ini sudah dilakukan DBH sejak tahun 2022 hingga 2024. “Untuk kronologisnya, saat itu pelapor atau orang tua korban berinisial TKD beserta anak-anaknya yang sejak tahun 2021 sampai tahun 2022 tinggal menempati salah satu ruangan yang ada di sebuah gereja,” ujar Kabid Humas Polda Jatim, Kombes Pol Jules Abraham Abast, Kamis (17/7/2025).
Perbuatan cabul itu dilakukan pelaku DBH di beberapa lokasi. Ada di kolam renang, ruang kerja, kamar, dan juga di homestay. Atas perbuatannya, pelaku disangkakan Pasal 82 junto pasal 76 e undang-undang RI nomor 17 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas undang-undang RI nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak.
"Ancaman hukumannya yaitu sanksi pidana penjara paling sedikit 5 tahun dan paling banyak 15 tahun serta denda paling banyak Rp5 miliar," terang Jules.
Sementara itu Asisten Deputi Penyediaan Layanan Anak dari Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPA) Ciput Eka Purwianti memastikan bahwa pada korban telah diamankan. Mereka akan mendapatkan perlindungan secara menyeluruh. “Saat ini keempat korban berada di dalam perlindungan LPSK dan Kementrian PPA. Kami berharap proses ini terus berjalan dengan cepat karena demi kepentingan terbaik para korban,” ucap dia.
“Dengan adanya peristiwa ini membuat korban harus berpindah tempat, tentunya juga perlu pendekatan yang humanis,” pungkasnya.