Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Sengketa 13 Pulau di Jatim Mengancam Kredibilitas Pemprov, DPRD Desak Penyelesaian Cepat

Ilustrasi sengketa lahan (IDN Times/Ervan)
Ilustrasi sengketa lahan (IDN Times/Ervan)
Intinya sih...
  • DPRD Jatim mendesak Pemprov Jatim untuk menyelesaikan sengketa 13 pulau antara Kabupaten Trenggalek dan Tulungagung demi kredibilitas tata kelola wilayah.
  • Deni Wicaksono mempertanyakan keputusan Kepmendagri yang memindahkan 13 pulau ke wilayah Tulungagung, meskipun data dan sejarah menunjukkan bahwa pulau-pulau tersebut selama ini bagian dari Trenggalek.
  • Konflik administratif antar-kabupaten ini seharusnya bisa diselesaikan dengan cepat oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur tanpa adanya urgensi ekonomi yang memantik perselisihan.

Surabaya, IDN Times - Wakil Ketua DPRD Jawa Timur (Jatim), Deni Wicaksono mendesak Pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk tidak "lepas tangan" dalam sengketa batas wilayah 13 pulau antara Kabupaten Trenggalek dan Tulungagung. Menurutnya, hal ini terkait kredibilitas tata kelola wilayah dan Pemprov Jatim tidak boleh membiarkan masalah ini berlarut-larut.

"Pemprov Jatim tidak boleh lepas tangan. Ini soal kredibilitas tata kelola wilayah. Kalau dulu setuju pulau itu masuk Trenggalek, ya sekarang harus dikawal dong," ujar Deni, Minggu (22/6/2025).

Deni mempertanyakan keputusan Kepmendagri Nomor 300 Tahun 2025 yang menetapkan 13 pulau tersebut masuk wilayah Kabupaten Tulungagung, meskipun data dan sejarah menunjukkan wilayah itu selama ini bagian dari Trenggalek. Ia mengungkap adanya perubahan sepihak yang dapat mencederai kesepakatan lintas lembaga di tahun sebelumnya.

"Kami meminta Kemendagri membuka ruang klarifikasi dan mendasarkan keputusan pada data faktual, bukan sekadar dokumen administratif," tegas Deni.

Deni menegaskan bahwa rapat resmi pada 11 Desember 2024 yang digelar di Gedung Ditjen Bina Administrasi Kewilayahan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) telah secara sah menyepakati bahwa 13 pulau tersebut merupakan bagian dari wilayah Kabupaten Trenggalek. Rapat ini juga dihadiri berbagai lembaga nasional seperti Kemendagri, BIG, Kementerian Kelautan dan Perikanan, hingga Pemprov Jatim.

"Sudah ada Berita Acara Kesepakatan yang jelas dan resmi, menyatakan bahwa 13 pulau itu masuk Trenggalek. Tapi mengapa dalam Kepmendagri terbaru justru dipindahkan ke Tulungagung? Ada apa sebenarnya dengan pulau-pulau ini?" tanya Deni.

Deni juga mengungkapkan bahwa secara historis dan administratif, pulau-pulau tersebut sejak lama masuk wilayah Kabupaten Trenggalek. Hal ini diperkuat oleh berbagai regulasi seperti RTRW Provinsi Jatim dan RTRW Kabupaten Trenggalek yang sejak awal mencantumkan keberadaan pulau itu dalam wilayah Trenggalek.

"Secara historis, pulau-pulau ini bagian dari Trenggalek. RTRW baik provinsi maupun kabupaten sejak dulu menyatakan hal yang sama. Lalu kenapa sekarang berubah?" tegasnya.

Selain itu, Deni menyebut adanya indikasi potensi sumber daya alam (SDA) yang signifikan di wilayah sengketa tersebut. Beberapa laporan menyebut kemungkinan adanya kandungan minyak dan gas, yang patut dicurigai sebagai faktor di balik keputusan pemindahan wilayah administratif pulau-pulau tersebut.

"Kalau benar ada indikasi kandungan migas, jangan sampai ini jadi ajang rebutan diam-diam yang melukai rasa keadilan masyarakat. Ini bukan soal siapa yang berkuasa, tapi siapa yang berhak," katanya.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi A DPRD Jatim, Agus Cahyono, juga menilai persoalan ini seharusnya bisa diselesaikan dengan cepat oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Menurutnya, konflik administratif antar-kabupaten semestinya menjadi ruang fasilitasi Pemprov Jatim.

"Kalau kasus Aceh dan Sumut itu kan lintas provinsi dan ada isu ekonomi besar seperti tambang, sampai harus turun Presiden. Tapi ini tidak. Pulau-pulau itu bahkan belum berkontribusi terhadap PAD Trenggalek maupun Tulungagung," kata Agus.

Agus menyebut bahwa tidak ada konflik ekonomi dalam sengketa ini. Sampai saat ini, keberadaan ke-13 pulau tersebut belum memberikan efek signifikan terhadap pendapatan daerah, sehingga tidak ada urgensi ekonomi yang memantik perselisihan. Namun, ia menilai pemicu utama sengketa ini justru berasal dari inkonsistensi data dan kebijakan di tingkat provinsi.

"Keputusan Mendagri tahun 2022 mencatat pulau-pulau itu masuk administrasi Tulungagung. Tapi pada 2023, RTRW Provinsi Jatim justru memasukkan wilayah itu ke Trenggalek. Ini sumber kekisruhan," tegasnya.

Agus pun mendesak Gubernur Khofifah Indar Parawansa untuk segera mengambil langkah tegas dan melakukan koordinasi dengan pemerintah pusat agar polemik ini tidak berkepanjangan dan mengganggu proses perencanaan tata ruang dan pelayanan publik di masa depan.

"Kalau lambat ditangani, dampaknya bukan hanya pada peta wilayah, tapi juga bisa menghambat pembangunan dan investasi," pungkasnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Zumrotul Abidin
EditorZumrotul Abidin
Follow Us