Malang, IDN Times - Gubernur Jawa Timur bersama Kapolda Jawa Timur dan Panglima Komando Daerah Militer Militer V/Brawijaya telah mengeluarkan Surat Edaran (SE) Bersama NOMOR 300.1/ 6902/ 1209.512025, NOMOR SE/ 1/ VIII/ 2025, dan NOMOR SE/ 10/ VIII/ 2025 tentang Penggunaan Sound System atau Pengeras Suara di Wilayah Jawa Timur. SE ini setelah banyak keluhan terkait sound horeg. Baragam repons pun muncul, salah satunya dari akademisi.
SE Sound Horeg, Pengamat Kebijakan Publik Soroti Beberapa Poin

Intinya sih...
Pengamat kebijakan publik soroti 4 poin dari SE Sound Horeg
Alie berharap SE Sound Horeg bisa lebih teknis memberikan aturan
Alie masih memberikan apresiasi pada SE Sound Horeg ini
1. Pengamat kebijakan publik soroti 4 poin dari SE Sound Horeg
Pengamat Kebijakan Publik Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi (STIA) Malang, Alie Zainal Abidin mengungkapkan bahwa ia menyoroti 4 poin setelah SE Sound Horeg keluar. Pertama, menurutnya SE ini bukan Evidence-Based Policy (EBP) atau bukan kebijakan berdasarkan bukti. Karena kebijakan ini tidak menjadikan data dan fakta yang dialami masyarakat sebagai dasar pembuatan kebijakan.
"Misalnya pada tingkat kebisingan, pada batasan maksimal 120 desible yang dimungkinkan pada acara seni budaya di ruang terbuka maupun tertutup. Padahal kita tahu batas aman itu 80 desible," terangnya saat dikonfirmasi pada Rabu (13/8/2025).
Kedua, Alie mengungkapkan kalau SE sebenarnya memiliki fungsi mengingatkan kembali peraturan-peraturan yang ada. Tapi ia menganggap SE ini tidak efisien, ia mencontohkan ada peraturan terkait Uji KIR dan peraturan larangan miras dan narkoba. Menurutnya sudah jelas kalau peraturan soal miras dan narkoba sudah ada, sehingga tidak perlu lagi dimasukkan dalam SE Sound Horeg.
Ketiga, Alie mempertanyakan apakah kebijakan ini bisa efektif, sehingga larangan-larangan dalam kebijakan ini perlu pengamanan yang konstan dan serius dari kepolisian. Serta penindakan langsung dan terukur jika ditemukan pelanggaran dalam pelaksanaan di lapangan. "Tapi apakah bisa atau apakah sumber daya memadai, ini yang juga jadi pertanyaan. Karena akan percuma saja kalau pelanggan di lapangan todak ditindak secara langsung. Potensi konflik horizontal masih ada kalau tidak ada penindakan secara langsung," ucapnya.
Terakhir, ia juga mempertanyakan mekanisme perizinan yang terdapat penyataan tanggung jawab termasuk kesanggupan tanggung jawab apabila terdapat korban jiwa. Menurutnya apakah ini pertanggungjawaban pidana sajakah atau ada pertanggungjawaban yang lain yang perlu diperjelas. "Kemudian bagaimana hubungan kausalutas antara kematian dengan sound system itu, apakah kepolisian telah menyiapkan sistem yang jelas untuk itu. Batasan-batasan apa saja yang jadi tolak ukur orang itu bisa meninggal karena sound system yang berlebihan," ujarnya.
2. Alie berharap SE Sound Horeg bisa lebih teknis memberikan aturan
Alie mengungkapkan kalau sebenarnya ia berharap kalau SE Sound Horeg ini bisa membuat pengaturan lebih teknis dalam penyelenggaraan kegiatan sound horeg di masyarakat. Tapi SE ini justru masih terlalu general, abstrak, dan belum sepenuhnya menjawab kebutuhan hukum di masyarakat.
"Tapi ini dapat dipahami karena keterbatasan waktu dan desakan pentingnya pengaturan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Tapi ke depannya kita harapkan ada Perda khusus yang lebih rinci, rigid, teknikal dan spesifik dalam pengaturan penggunaan sound system dan sanksi-danksi bagi pelanggarnya, khususnya sanksi pidana, unruk digunakan di kesempatan-kesempatan selanjutnya," tegasnya.
Menurut Alie, dalam tata peraturan perundangan di Indonesia, sanksi pidana hanya dimungkinkan melalui 2 instrumen perundangan, yaitu Undang-undang dan Perda. Sehingga ia berharap ada Undang-undang dan Perda khusus untuk sound horeg.
3. Alie memberikan apresiasi pada SE Sound Horeg ini
Lebih lanjut, Alie melihat SE ini sebagai bentuk kompromi atau win-win solution bagi para pegiat sound horeg dengan masyarakat yang tidak setuju dengan sound horeg. Jadi pemerintah tidak hanya membatasi tanpa pengertian pada pelaku usaha dan penikmat sound horeg.
"Saya melihat bahwa pemerintah hadir dan berupaya melindungi kepentingan masyarakat umum, namun dengan catatan implementasinya haris tetap dikawal, dan aturan tidak dibiarkan sebagai sekedar dokumen tertulis saja," pungkasnya.