Malang, IDN Times - Kasus perundungan sampai kekerasan di lingkungan kampus belum mereda. Sehingga komitmen kampus untuk melindungi mahasiswanya dari kekerasan tengah disoroti. Universitas Brawijaya (UB) sendiri memiliki Satuan Tugas (Satgas) Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di lingkungan Perguruan Tinggi ( PPKPT) untuk mencegah dan menangani kasus kekerasan di lingkungan kampus.
Satgas PPKPT UB Mendorong Mahasiswa Korban Kekerasan Speak Up

Intinya sih...
Satgas PPKPT UB menangani 6 bentuk kekerasan di kalangan mahasiswa, termasuk kekerasan fisik, psikis, seksual, perundungan, intoleransi/diskriminasi, dan kebijakan yang mengandung kekerasan.
Psikolog dan psikiater memiliki peran ganda di Satgas PPKPT UB untuk edukasi, preventif, penerimaan laporan, penindakan, rekomendasi sanksi dan pemulihan bagi korban.
Tingkat kekerasan pada mahasiswa UB tinggi karena banyak yang tidak speak up. Satgas PPKPT mendorong mahasiswa agar berani melapor dan mengembangkan pakta integritas serta edukasi tentang semua bentuk kekerasan di universitas.
1. Satgas PPKPT UB menangani 6 bentuk kekerasan di kalangan mahasiswa
Ns. Muhammad Sunarto, S.Kep., M.Kep., Sp.Kep.J. selaku Ketua Satgas PPKPT UB menceritakan kalau sebelum terbitnya Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021, UB sudah memiliki Peraturan Rektor Nomor 70 Tahun 2020 itu ada Unit Layanan Terpadu Kekerasan Seksual dan Perundungan.
Setelah itu, terbit Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 tentang Kekerasan Seksual dan Perundungan. Sejak peraturan ini terbit, Sunarto menjelaskan kalau seluruh kampus di Indonesia, termasuk UB, harus memiliki Satgas PPKS yang secara spesifik menangani kekerasan seksual. Tapi karena di UB sudah memiliki Unit Layanan Terpadu Kekerasan Seksual dan Perundungan, sehingga unit ini diterapkan di setiap fakultas.
"Tapi karena perubahan Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 dan terbitnya Permendikbud Ristek Nomor 55 Tahun 2024 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Perguruan Tinggi, sehingga kami berubah nama menjadi Satgas PPKPT. Sehingga kami menangani 6 bentuk kekerasan seperti kekerasan fisik, kekerasan psikis, perundungan, kekerasan seksual, intoleransi/diskriminasi, dan kebijakan yang mengandung kekerasan," terangnya saat dikonfirmasi pada Rabu (22/10/2025).
Sunarto mengungkapkan kalau Satgas PPKPT UB memiliki banyak saluran untuk melaporkan tindakan kekerasan di kampus. Pertama mahasiswa bisa melaporkan dari tingkat fakultas melalui ULPKS (Unit Layanan Konseling Perundungan dan Kekerasan Seksual) masing-masing. Kemudian bisa juga lapor melalui dosen pembimbing akademik masing-masing mahasiswa. Selain itu, Satgas PPKPT di tingkat universitas juga bisa diakses melalui media sosial atau website, hotline 24 jam yang tersedia, email, dan datang secara langsung ke kantor.
"Kami bertindak berdasarkan laporan, kalau tidak ada laporan maka kami tidak bisa melakukan penindakan. Tapi sebenarnya siapapun bisa menjadi pelapor baik dari civitas maupun non-civitas juga, sehingga kami melakukan pemeriksaan berdasarkan informasi tersebut," jelasnya.
2. Punya peran penting, psikolog dan psikiater bisa berperan ganda di Satgas PPKPT UB
Sunarto mengungkapkan kalau anggota Satgas PPKPT UB terdiri dari psikiater, ners spesialis keperawatan jiwa, psikolog, sampai pakar hukum. Satgas ini memiliki 2 tugas penting untuk edukasi dan preventif berupa sosialisasi serta pencegahan.
"Penanganannya berupa penerimaan laporan, penindakan, rekomendasi ke pimpinan baik dekan maupun rektor. Sehingga bisa ditentukan sanksi dan pemulihan atau recovery, sehingga baik penyintas maupun terlapor itu tetap mendapatkan pendampingan psikologis," ucapnya.
Selain itu, ia mengungkapkan kalau psikolog, ners spesialis keperawatan jiwa dan psikiater memiliki peran penting karena bisa mengcover 2 peran sebagai pemeriksa dan konselor. Tapi menurut Dosen Departemen Keperawatan ini, keilmuan mereka ini hanya digunakan saat tugas konselor saja.
"Kita juga akan merujuk pada layanan konseling lanjutan dengan Layanan Konseling Mahasiswa. Lokasinya kebetulan juga tidak jauh, satu gedung dan hanya dipisahkan pintu saja, jadi kami memang saling rujuk kalau dibutuhkan konseling lanjutan," bebernya.
3. Satgas PPKPT ungkap jumlah kekerasan pada mahasiswa tinggi karena banyak yang tidak speak up
Sunarto mengungkapkan kalau sejauh ini tingkat kekerasan di lingkungan mahasiswa UB masuk dalam kategori tinggi. Meskipun tidak mau mengungkapkan jumlahnya, ia mengatakan kalau memang ada peningkatan tren kekerasan di kalangan mahasiswa. Peningkatan ini disebabkan mahasiswa tidak berani speak up saat jadi korban.
"Kalau tidak ada itu bukan berarti tidak ada kasus, kasus kekerasan dipandang tinggi karena kondisi ini seperti fenomena gunung es, yang mana terlihat kecil di atas namun sebenarnya banyak kasus yang tidak terlihat dibawah. Terlihat tinggi karena sudah banyak mahasiswa yang mulai speak up dan berani untuk melaporkan. Dan kami menghimbau untuk semua yang mengalami kekerasan baik itu mahasiswa untuk berani melapor. Jadi kalau semakin banyak yang bersuara maka semakin bagus. Jadi satgas itu hadir untuk membuka mata mereka agar mau bersuara," paparnya.
Lebih lanjut, Sunarto mendorong Satgas PPKPT UB agar bekerja keras sehingga tidak ada kasus kekerasan baru. Ia juga mendorong mahasiswa agar berani speak up, pasalnya yang sulit justru adalah menyadarkan para korban untuk berani melapor.
"Maka mitigasi kami agar tidak ada kasus baru, kami mengembangkan agar mereka mahasiswa baru dan mahasiswa lama menandatangani pakta integritas agar mereka tidak menjadi pelaku kekerasan dan berani menerima konsekuensi dari perbuatannya. Kemudian saat mereka masuk, kami juga melakukan edukasi semua bentuk kekerasan di universitas, karena kami insklusif dan tidak mentolelir segala bentuk kekerasan, semua harus aman dengan setiap fakultas ada sosialisasi. Selain itu, di setiap fakultas itu ada bahan edukasi yang ditempellan poster agar mereka berani melaporkan atau speak up," pungkasnya.