Surabaya, IDN Times - Ledakan hebat pada 13-14 Mei 2018 di tiga rumah ibadah, Gereja Santa Maria Tak Bercela, Gereja Kristen Indonesia, dan Gereja Pantekosta Pusat Surabaya serta Mapolrestabes Surabaya masih melekat betul diingatan warga Kota Pahlawan. Tentunya, masih banyak yang perlu direnungkan atas tragedi pahit tersebut, meski dua tahun sudah berlalu.
Bom yang melibatkan dua keluarga di Surabaya ini menjadi cambuk bersama bagi semua elemen. Pertanyaan besar mencuat, kenapa begitu mudahnya mengajak perempuan bahkan anak-anak menjadi bomber. Usai kejadian memilikan tersebut, kata "waspada" terhadap radikalisasi acap kali digaungkan oleh pemerintah, aparat, organisasi masyarakat dan keagamaan.
Tanpa sadar, ternyata radikalisasi itu masih bergerak masif. Kini jalannya sudah berbeda. Bukan lagi dari pengajian secara tatap muka, tapi dibungkus virtual maupun secara narasi, kemudian disebarkan melalui media sosial.
Fakta ini terungkap dalam diskusi webinar yang digelar IDN Times Jatim via Zoom bertajuk A New Normal: Terrorism and Digital Acceleration "Sebuah Peringatan Dua Tahun Bom Surabaya", Rabu petang (13/5).