Magetan, IDN Times – Meski pemerintah pusat sudah resmi menurunkan Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk bersubsidi sejak 22 Oktober 2025, sejumlah petani di Kabupaten Magetan masih mengeluhkan harga yang tetap tinggi di tingkat kelompok tani. Menanggapi hal itu, Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan (TPHP) Magetan akhirnya buka suara.
Menurut Edy Utomo, staf Bidang Sarana dan Prasarana (Sarpras) Pupuk Dinas TPHP Magetan, fenomena selisih harga di lapangan terjadi karena sistem pembelian yang umumnya dilakukan secara kolektif melalui kelompok tani (poktan).
"Rata-rata di Magetan penebusan dilakukan secara berkelompok. Jadi wajar jika ada tambahan biaya seperti ongkos angkut atau biaya pengelolaan. Yang penting rinciannya jelas dan disepakati bersama,” ujar Edy kepada wartawan, Selasa (4/11/2025).
Edy menjelaskan, gejolak harga yang muncul di kalangan petani bukan karena pelanggaran HET, tetapi karena tidak adanya regulasi khusus yang mengatur harga tambahan di luar ketentuan kios resmi. Namun, ia menegaskan bahwa setiap tambahan harga harus bisa dipertanggungjawabkan secara administrasi dan bersifat transparan.
Ia juga menyoroti adanya perbedaan harga antara pupuk lama dan stok baru. Menurutnya, bila pupuk yang dijual merupakan stok lama sebelum penyesuaian HET, maka harga Rp135.000 per sak masih bisa dimaklumi. Namun, untuk pupuk dengan harga baru, kisaran wajar seharusnya Rp110.000–Rp115.000 per sak.
"Kalau pupuk baru dijual Rp135.000, itu sudah terlalu tinggi,” tegasnya.
Dinas TPHP, lanjut Edy, kini menggandeng Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida (KP3), aparat penegak hukum, dan unsur Forkopimcam untuk memantau distribusi dan harga pupuk subsidi di Magetan. Tujuannya agar tidak muncul kesalahpahaman di kalangan petani dan penyaluran pupuk tetap sesuai aturan.
"Yang penting tata kelola pupuk ini dijalankan bersama, terbuka, dan terkoordinasi. Supaya tidak muncul gejolak di bawah,” pungkasnya.
