Ilustrasi pencabulan. (IDN Times/Sukma Shakti)
Linda mengatakan, kasus kekerasan seksual terbaru yang melibatkan RH, Dosen Fisip Unej bisa berjalan tuntas, terutama bila terbukti telah melakukan kekerasan seksual, apalagi kepada anak di bawah umur.
Rasa percaya diri tersebut muncul karena di tahun 2019, Unej bisa membuat dosen sampai dipecat karena perilaku cabulnya kepada mahasiswa. Sementara saat ini, kasusnya dinilai lebih parah karena yang menjadi korban anak di bawah umur dan juga telah berurusan dengan polisi.
"Di FIB itu kasusnya belum sampai ke ranah hukum, tapi sanksinya sudah sampai pemecatan, apalagi ini sudah diproses melalui kepolisian dan korbannya anak lagi," ujarnya.
Selain regulasi kekerasan seksual yang belum terbentuk, Linda menyebut, aturan dalam pegawai negeri sipil sebenarnya sudah bisa membuat dosen dipecat bila terbukti melakukan tindakan asusila.
"Karena aturan PNS ketat sebenarnya, ketika ada kasus berkaitan dengan etika, dan asusila aturannya ketat. Jadi dengan dasar aturan PNS itu sebenarnya sudah bisa dilakukan pemecatan, ketika ada tindakan yang menyalahi norma untuk PNS," katanya.
Sementara itu, Rektor Unej, Iwan Taruna mengatakan, sebagai bukti keseriusan untuk menangani kasus kekerasan seksual, pihaknya bakal menggunakan regulasi peraturan rektor.
"Kami telah komitmen untuk mencegah dan menangani kekerasan seksual. Mitigasi sudah punya, salah satunya yang diajak Kemendikbud untuk mereview tentang aturan menteri terkait penanganan kekerasan semacam itu di dalam kampus. Jadi ada Permen dan aturan rektor, itu jadi dasarnya nanti.
"Jadi oleh Kemendikbud kami jadi referensi yang baik terkait dengan kasus yang kemarin itu, Unej aja bisa kok, kampus lain harus bisa," tambahnya.