Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Potret Uskup Surabaya, Mgr. Didik. (Foto: Keuskupan Surabaya)

Monsinyur (Mgr.) Agustinus Tri Budi Utomo atau yang akrab disapa Uskup Didik baru saja dilantik sebagai sosok pemimpin tertinggi di Keuskupan Surabaya. Ia ditahbiskan pada 22 Januari 2025, menggantikan Mgr. Vincentius Sutikno Wisaksono yang wafat pada 10 Agustus 2023 lalu. Uskup Didik baru saja melangsungkan Misa Pontifical pada Kamis (23/01/2025), yang sekaligus menandai permulaan pelayanan publiknya di Keuskupan Surabaya.

Pria kelahiran 12 Maret 1968 itu adalah anak ketiga dari lima bersaudara. Ia berasal dari Dusun Pandansari, Ngawi, Jawa Timur. Sang ayah, F. X. Dardjimunarto, amat terinspirasi oleh nilai-nilai perkawinan Katolik yang menekankan kesetiaan. Bersama dengan sang ibu, Eny Sukarniati, pasangan ini menjadi sosok teladan bagi Uskup Didik, terutama dalam hal keimanan. Hal ini sekaligus menjadi permulaan Uskup Didik dan keluarganya menganut agama Katolik.        

1. Riwayat Pendidikan

Potret Uskup Surabaya, Mgr. Didik. (Foto: Keuskupan Surabaya)

Uskup Didik mengenyam pendidikan Sekolah Dasar di SDN Karangnongko I. Selanjutnya, ia meneruskan studinya di SMPN Sine dan SMAK St. Louis Madiun. Beranjak remaja, ia kemudian melanjutkan pendidikannya di Seminari Menengah St. Vincentius a Paulo, Garum, Blitar, Jawa Timur. Di sanalah ia menghayati panggilan imamatnya sebagai calon imam diosesan Keuskupan Surabaya.

Lulus dari seminari menengah, Uskup Didik melanjutkan studi filsafat dan teologi di Sekolah Tinggi Filsafat Teologi Widya Sasana, Malang, Jawa Timur. Di sanalah ia melahirkan karya ilmiah berjudul "Jalan Menuju Misteri Ada: Ontologi Gabriel Marcel" untuk memperoleh gelar S1 dan "Menuju Gereja yang Membawa Damai" untuk memperoleh gelar S2. 

Setelah bertahun-tahun mempersiapkan diri, pada 27 Agustus 1996 akhirnya ia ditahbiskan menjadi Imam oleh Mgr. Johanes Hadiwikarta di Gedung Go Skate, Surabaya, Jawa Timur. Ia memilih moto tahbisan "Supaya kasih yang Engkau berikan kepada-Ku ada di dalam mereka dan Aku di dalam mereka". Berangkat dari sinilah, ia akhirnya memilih "Diligere Sicut Christus Dilexit" sebagai moto episkopalnya.

2. Perjalanan Pelayanan

Potret Uskup Surabaya, Mgr. Didik. (Foto: Keuskupan Surabaya)

Setelah ditahbiskan menjadi Imam, Uskup Didik mulai menjalani imamatnya. Berbagai perutusan ia lakukan, mulai dari menjadi Pastor Mahasiswa Keuskupan Surabaya sampai menjadi dosen Agama Katolik di Universitas Airlangga.

Selang beberapa waktu, ia diutus menjadi pastor rekan di Paroki Santa Maria Annuntiata Sidoarjo. Pada masa ini, ia juga aktif memberikan seminar di berbagai universitas sekaligus mengajar Etika Medis di Akademi Keperawatan St. Vincentius a Paulo Surabaya. 

Tugas yang lebih besar dipercayakan kepadanya pada tahun 2003. Ia diangkat menjadi Pastor Kepala Paroki Santa Maria Annuntiata Sidoarjo sekaligus melayani pastoral penjara di Medaeng Sidoarjo dan mendirikan Komunitas Kemanusiaan Surabaya untuk mendukung tahanan politik Orde Baru. 

 

3. Sempat bertugas di Kalimantan

Potret Uskup Surabaya, Mgr. Didik. (Foto: Keuskupan Surabaya)

Meski Uskup Didik lahir dan besar di tanah Jawa, tempat yang telah membentuk banyak aspek kehidupan dan pelayanannya, panggilan Tuhan membawanya melintasi lautan menuju Kalimantan Barat.

Di Keuskupan Kalimantan, ia memimpin berbagai proyek inovatif dalam hal konservasi lingkungan, perlindungan orangutan, dan pemberdayaan masyarakat adat Dayak melalui Komunitas Tola'Bala. Bahkan, ia juga mendokumentasikan hukum adat Dayak dan mendirikan Komunitas Pastoral untuk mendampingi biarawan-biarawati di sana. 

Sekembalinya Uskup Didik ke Keuskupan Surabaya pada 2005, ia melanjutkan karyanya sebagai Romo Kepala Paroki Santo Pius X Blora sekaligus menjabat sebagai Vikep Regio IV dan Sekretaris Eksekutif Unio Imam Projo.

Di samping itu, ia diutus menjadi dosen di Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Widya Yuwana, Madiun, Jawa Timur. Uskup Didik juga aktif mendampingi berbagai kegiatan pastoral di wilayah Cepu. 

Ketekunan dan kesetiaannya membuahkan hasil yang besar, hingga pada tahun 2012, ia dipanggil untuk mengemban tanggung jawab yang lebih besar sebagai Vikaris Jenderal Keuskupan Surabaya. Penunjukan ini bukan sekadar kehormatan, tetapi juga sebuah perutusan untuk semakin mempersembahkan hidupnya bagi pelayanan yang lebih luas di keuskupan. Kontribusinya semakin besar, ia bahkan menjadi motor penggerak Musyawarah Pastoral untuk Arah Dasar 2020-2030 dan memimpin berbagai inisiatif untuk pengembangan gereja lokal.    

Pada 29 Oktober 2024, diumumkan bahwa RD. Agustinus Tri Budi Utomo dipilih oleh Paus Fransiskus menjadi Uskup Surabaya. Berbagai persiapan upacara Tahbisan Uskup dilakukan, hingga pada 22 Januari 2025, ia resmi menjadi Uskup Surabaya setelah ditahbiskan oleh Yang Mulia Mgr. Piero Pioppo selaku Nunsius Apostolik untuk Indonesia.   

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team