Polwan Bakar Suami, Polda Jatim Petakan Keluarga Anggota Bermasalah

Surabaya, IDN Times - Polda Jawa Timur (Jatim) mulai bergerak untuk menyisir permasalahan rumah tangga yang ada di lingkup keluarga anggota Polri. Hal ini merupakan upaya pencegahan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
Langkah ini ditempuh usai terjadi KDRT antara pasangan suami istri yang sama-sama anggota Polri. Seorang suami Briptu RDW harus terenggut nyawanya usai dibakar istrinya yang merupakan polwan, Briptu FN.
1. Dipetakan keluarga yang bermasalah
Kabid Humas Polda Jatim, Kombes Pol Dirmanto memastikan bahwa pihaknya melakukan antisipasi dengan pemetaan terlebih dahulu. Ada dua kriteria yang dipetakan, keluarga Polri yang sedang ada masalah tapi terlihat atau diketahui lingkungannya, serta bermasalah tapi tidak terlihat.
"Kita terus melakukan antisipasi, kita sudah mendapatkan mapping anggota-anggota yang memang mempunyai masalah dan kelihatan," ujarnya.
"Kadang anggota ini kan ada masalah tidak kelihatan, yang tahu hanya mereka berdua," tegas Dirmanto menambahkan.
2. Mapping dirasa penting untuk pencegahan
Pemetaan ini, kata Dirmanto sangat penting untuk mencegah terjadinya KDRT di rumah tangga khususnya anggota Polri. Korps Bhayangkara tidak mau ada lagi kekerasan maupun penganiayaan dalam rumah tangga.
"Ini terus kita lakukan mapping untuk melakukan pencegahan agar tidak terulang lagi (KDRT)," kata dia.
3. Masalah terjadi akibat judi online
Sebelumnya, kasus ini bermula dari Briptu FN yang jengkel dengan suaminya Briptu RDW karena uang gaji dipakai untuk judi online. Pasangan suami istri ini pun terlibat adu mulut atau cekcok di rumah Asrama Polisi (Aspol) Polres Mojokerto Kota.
Saking marahnya, sang istri menyiramkan bensin ke suami. Kemudian menyulutkan korek api. Hingga akhirnya sang suami terbakar parah, kemudian dilarikan ke RSUD Mojokerto. Meski sudah mendapatkan penanganan, nyawa RDW tak terselamatkan. Korban meninggal dunia.
Akibat perbuatannya, FN ditetapkan tersangka oleh Subdit IV Renakta Ditreskrimum Polda Jatim. Ia disangkakan Pasal 44 ayat 3 subsider ayat 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang KDRT. "Ancaman hukumannya maksimal 15 tahun penjara," kata Dirmanto.