Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Mikroplastik
Mikroplastik (IFL Science)

Intinya sih...

  • Penelitian FK Unair menemukan mikroplastik di air ketuban dan urin manusia

  • Mikroplastik ditemukan dalam urine dengan jumlah partikel yang berbeda-beda

  • Jenis mikroplastik yang ditemukan terutama dari golongan phthalates, serta logam berat seperti kadmium, timbal, krom, dan nikel

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Surabaya, IDN Times - Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (FK Unair) telah melakukan penelitian terkait kandungan mikroplastik dalam tubuh manusia. Hasilnya, mikroplastik ditemukan di air ketuban hingga urin manusia.

Penelitian yang dilakukan oleh penelitian sekaligus dosen FK Unair, Dr Lestari Sudaryanti dr MKes tersebut dilakukan di Kabupaten Gresik, dengan pengambilan sampel di tiga daerah, yakni TPA Ngitik, Bawean, dan Wringin Anom.

Lestari menjelaskan bahwa penelitian pertama dilakukan pada pekerja pemilah sampah di TPA Ngitik, Wringinanom, dan Bawean. Sementara, penelitian kedua berfokus pada air ketuban ibu hamil di Puskesmas dan rumah sakit di Gresik, berkolaborasi dengan NGO Wonjin dari Korea untuk analisis darah dan urine.

“Untuk air ketuban itu, total sampel sekitar 48 dan semuanya positif mengandung mikroplastik,” ungkapnya.

Ia menambahkan bahwa mikroplastik juga ditemukan dalam urine dengan jumlah partikel yang berbeda-beda. Semua perhitungan dilakukan menggunakan mikroskop untuk mengetahui jumlah partikel per mililiter.

Lestari menjelaskan bahwa hasil identifikasi lengkap dari Korea masih dalam proses, namun secara garis besar diketahui bahwa jenis mikroplastik yang ditemukan terutama dari golongan phthalates. Selain itu, analisis awal menunjukkan keberadaan berbagai senyawa seperti naphthalene, fluorine, pyrene, styrene, serta logam berat seperti kadmium (Cd), timbal, krom (Cr), dan nikel.

“Plastik yang lentur-lentur itu banyak mengandung phthalates, terutama plastik sekali pakai,” jelasnya. Ia menambahkan bahwa logam berat dapat melekat pada plastik sebagai stabilisator sehingga ikut masuk ke dalam.

Untuk memahami bagaimana mikroplastik masuk ke air ketuban, tim peneliti juga menganalisis darah ibu. Pengiriman sampel ke luar negeri dilakukan dalam bentuk plasma dan whole blood karena lebih memungkinkan dibandingkan membawa sampel air ketuban.

Secara teori, paparan mikroplastik memicu stres oksidatif dan inflamasi, yang kemudian mempengaruhi metabolisme tubuh, termasuk hormon. “Plastik itu bersifat estrogenik, jadi berisiko pada penyakit-penyakit yang terkait estrogen, misalnya PCOS,” jelasnya.

Ia juga memaparkan bahwa mikroplastik dapat masuk melalui inhalasi, oral, maupun kulit. Pada sistem pernapasan, mikroplastik dapat terdeposit di alveoli dan berdampak pada gangguan pernapasan seperti PPOK atau Penyakit Paru Obstruktif Kronis.

Lebih jauh lagi, akumulasi plastik dapat mempengaruhi insulin dan metabolisme, sehingga berpotensi meningkatkan risiko diabetes, hipertensi, dan obesitas.

"Berdasarkan pengukuran objektif pada petugas pemilah sampah perempuan itu, kita melihat angka temuan obesitasnya tinggi, sekitar 48 persen kemudian gizi lebihnya itu 17 persen.” ungkapnya.

Dalam penjelasannya, Lestari memaparkan bahwa mikroplastik bisa menyebar secara sistemik melalui darah dan mencapai organ-organ penting, termasuk otak. Sejumlah riset juga menunjukkan kemampuan mikroplastik menembus sawar otak.

Dalam pengujian mikroskopis, mikroplastik yang ditemukan memiliki beragam bentuk seperti fiber, filament, dan microbeads. “Dan microbeads ini yang banyak pada produk skincare yang untuk kaya pembersih muka, untuk mengurangi jerawat," kata dia.

Masuknya mikroplastik ke tubuh manusia juga berkaitan dengan berbagai proses lingkungan, mulai dari kondensasi di awan, turunnya hujan, absorbsi oleh tanaman, hingga masuk ke rantai makanan melalui plankton dan ikan.

Lestari juga membagikan beberapa cara yang bisa kita lakukan untuk mengurangi dampak mikroplastik dalam tubuh dengan makan makanan yang mengandung serat dan antioksidan. “Kita bisa berusaha meminimalisir dampak dari keberadaan plastik yang ada di dalam darah kita. Beberapa yang direkomendasikan itu karena yang banyak disasar adalah stres oksidatif, maka pemberian antioksidan itu penting,” paparnya.

Temuan bahwa seluruh air ketuban pada 48 sampel mengandung mikroplastik memunculkan kekhawatiran tersendiri. Lestari menjelaskan bahwa pemeriksaan Malon DLDH menunjukkan peningkatan kadar pada sebagian sampel, meski analisis korelasi dengan jumlah partikel mikroplastik masih berlangsung.“Bayi itu makan air ketuban. Jadi pasti ada impact-nya,” ujarnya.

Namun, ia menegaskan bahwa untuk mengetahui dampak lebih spesifik, dibutuhkan penelitian lanjutan termasuk studi pada hewan coba. Pada penelitian ini, sebagian besar berat badan bayi berada dalam kategori normal, meski ditemukan sejumlah kasus berat badan lahir rendah.

Ia memberikan beberapa langkah pencegahan terutama bagi masyarakat yang berisiko tinggi terpapar mikroplastik, seperti pekerja di lingkungan TPA. “Harus pakai alat pelindung diri, masker, dan cuci tangan dengan bersih. Otomatis juga harus rutin kontrol kesehatan. Karena kecenderungan obesitas dan gizi yang lebih banyak, perempuan yang lebih rentan terhadap plastik membawa risiko itu saat hamil. Bayi dalam lingkungan penuh stres oksidatif pun akan mengalami dampaknya pada metabolisme,” pungkas Lestari.

Editorial Team