Surabaya, IDN Times - Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya akan memberi sanksi perusahaan pengelola Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) Benowo jika terbukti ada pencemaran udara. Hal ini menyusul adanya temuan Wahana Lingkungan Hidup Indonesiab(WALHI) Jawa Timur yang mendapati adanya pencemaran di sekitar PLTSa Bwniwo.
Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi mengatakan, pihaknya akan melakukan pengecekan apakah udara di sekitar PLTSa tersebut sudah sesuai aturan atau tidak. Berdasarkan aturan yang ada, sisa-sisa pembakaran PLTSa harusnya tidak mencemari lingkungan.
"Jadi dilihat aja, karena di dalam aturan yang sudah kita tetapkan (udara) yang dibuang itu sudah sesuai standarnya," ujar Eri, Minggu (27/7/2025).
"Nanti bisa dilakukan pengecekan kualitas udara yang keluar sesuai tidak dengan yang dikeluarkan oleh teman-teman PLTSA Benowo ya, yang dikelola oleh PT SU," tuturnya.
Bila tak sesuai dengan standar yang ditetapkan pemerintah, maka ia akan meminta perusahaan dalam hal ini, PT Sumber Organik untuk melakukan perbaikan. "Jadi kita lihat, benar tidak yang disampaikan (WALHI). Kalau umpamanya ternyata tidak sesuai kualitasnya harus disesuaikan ya disesuaikan lah. Memang begitu aturannya," sebut dia.
Namun, jika sudah diminta untuk melakukan perbaikan tetapi kualitas udara tak kunjung membaik, maka pihaknya akan memberi sanksi kepada perusahaan tersebut. Sebab, dalam kontrak yang ada, perusahaan berkewajiban untuk menjaga lingkungan sekitar.
"Kalau ternyata tidak bisa menyesuaikan kan ada sanksine. Karena itu kewajiban di dalam kontrak yang diteken oleh pemerintah kota dan PLTSa Benowo," pungkas dia.
Sementara itu, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian, dan Pengembangan (Bappedalitbang) Kota Surabaya, Irvan Wahyudrajat mengatakan, PLTSa Benowo terdiri dari dua unit pembangkit yang secara total menghasilkan 11 MWatt, yang terdiri dari sistem sanitary landfill yang menghasilkan listrik 2 MW dan gasifikasi yang menghasilkan 9 MW listrik.
"Sebanyak 9 MW dijual langsung ke PLN yang kemudian oleh PLN didistribusikan ke masyarakat, dan sisanya 2 MW digunakan untuk kebutuhan operasional PT Sumber Organik," kata Irvan.
Irvan meyebut, uang hasil penjualan listrik diterima oleh PT Sumber Organik selaku pengelola PLTSa Benowo. Sementara, keuntungan yang didapat oleh Pemerintah Kota Surabaya bukan dalam hal ekonomi (uang), melainkan terjaganya lingkungan.
"Dengan diolahnya sampah rumah tangga di Kota Surabaya dengan skema Waste to Energy, tidak terjadi over kapasitas di TPA Benowo sehingga sampah dari TPS bisa terangkut dan terproses," pungkas dia.
Sebelumnya, WalHI Jatim menyebut, kualitas udara di sekitar PLTSa Benowo Surabaya melampaui ambang batas yang ditetapkan oleh WHO dan nasional.
Staf Kampanye Divisi Jaringan Publik, WALHI Jatim, Muhammad Jibril mengatakan, hasil pantauan kualitas udara di sekitar PLSA Benowo, rata-rata PM2.5 mencapai 26,78 µg/m³, hampir dua kali lipat dari batas harian WHO dalam Global Air Qualiy Guideline sebesar 15 26,78 µg/m³. Bahkan dalam beberapa titik pemantauan, nilai PM2.5 melampaui 100 µg/m³, yang tergolong sangat bahaya. Kemudian untuk PM10 juga demikian. Konsentrasi puncak PM10 mencapai 150 µg/m³.
"Dan kalau untuk nasional itu ditetapkan oleh pusat di angka 55 µg/m³ untuk PM2,5. Kalau untuk PM10 data kami ratanya 1 hari itu bisa sampai 150 µg/m³," ujarnya saat konferensi pers, Rabu (23/7/2025).
Kualitas udara di PLTSa Benowo yang melampaui batas ini mengancam kesehatan masyarakat yang tinggal di sekitarnya. Partikel halus PM2.5 memiliki kemampuan menembus ke dalam paru-paru hingga ke aliran darah, menyebabkan peradangan sistemik dan kerusakan jaringan.
Studi epidemiologis menunjukkan bahwa paparan kronis terhadap PM2.5 berkaitan erat dengan meningkatnya insiden kanker paru, penyakit jantung iskemik, stroke, dan bahkan kematian dini. Efek ini bersifat kumulatif dan bisa berlangsung selama bertahun-tahun, terutama jika paparan terjadi secara terus-menerus tanpa perlindungan dan mitigasi.
"Jadi, pelampauan ini yang kemudian bikin kekhawatiran karena dampaknya akan sangat terasa ke masyarakat lokal apalagi soal ancaman potensi kesehatan," tuturnya.
WALHI akan menyusun policy brief, kemudian melakukan focus group discussion (FGD) dengan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Surabaya sehingga pemerintah bisa menyiapkan kebijakan penanganan polusi udara akibat pembakaran PLTSa. Jika DLH tidak ada jawaban, WALHI akan menggelar aksi.
"Jadi, minggu depan kami sudah bersurat ke DLH untuk melakukan audiensi dan tinggal nunggu jawabannya. Kalau memang enggak ada jawaban, kemungkinan besar kita akan melakukan semacam aksi simbolik di depan kantor DLH," pungkas dia.