Pemkot Malang Akan Denda 4 Kali Lipat pada Wajib Pajak Tak Transparan

Malang, IDN Times - Pemerintah Kota (Pemkot) Malang tampaknya ingin mengoptimalkan pendapatan dari sektor pajak. Mereka merasa banyak wajib pajak yang tidak transparan pada jumlah pendapatan mereka. Oleh karena itu, mereka mempersiapkan skema sanksi berupa denda 4 kali lipat.
1. Pemkot Malang siapkan skema denda 4 kali lipat pada wajib yang tidak transparan pada pendapatannya
Kasubid Pajak Daerah II Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Malang Ramdhani Adhy Pradana mengatakan jika pihaknya telah menyiapkan sanksi akumulasi persentase denda 4 kali lipat pada wajib pajak yang kedapatan tidak transparan dalam menyampaikan laporan pajak. Penerapan sanksi akumulasi ini dibuat untuk mengantisipasi adanya manipulasi laporan pajak dari wajib pajak.
Adhy menjelaskan kalau skema ini diberlakukan dengan melihat pada jumlah selisih nominal yang tidak laporkan. "Jadi semisal ada wajib pajak yanh laporan pajak sebenarnya Rp50 juta, tetapi yang dilaporkan hanya Rp30 juta. Maka Rp20 juta ini kemana? Sehingga selisih itu dikalikan 4, berarti menjadi Rp80 juta (dendanya)," terangnya saat dikonfirmasi ada Kamis (20/2/2025).
2. Pemkot Malang ingin berikan efek jera pada wajib pajak yang nakal
Adhi mengungkapkan kalau Bapenda Kota Malang membuat kebijakan ini guna memberikan efek jera pada wajib pajak yang tidak patuh aturan. Menurutnya, kesadaran membayar pajak di Kota Malang harus lebih ditingkatkan.
"Kerena itu kami ada sanksi dan denda. Salah satunya sanksi penambahan persentase dengan mengalikan 4 kali lipat dari yang tidak dilaporkan," tegasnya.
3. Pemkot Malang juga menargetkan peningkatan pendapatan dari sektor pajak
Adhy mengungkapkan kalau pada 2024 Pemkot Malang menargetkan pendapatan daerah dari pajak sebesar Rp806 miliar dengan realisasi Rp696 miliar. Sementara pada 2024, Pemkot Malang menargetkan pendapatan daerah dari pajak sebesar Rp846,60 miliar, artinya ada kenaikan sebesar Rp40,6 miliar dari tahun sebelumnya.
Ia juga mengungkapkan kalau Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) pada 2025 memiliki jumlah tertinggi yang harus terealisasi dengan total Rp220 miliar dan disusul pajak untuk restoran senilai Rp163 miliar. Sementara perolehan BPHTB hingga saat ini realisasinya baru Rp17 miliar dan pajak restoran Rp25 miliar.
"Kenyataannya banyak yang tidak tertib membayar dan tidak transparan, sehingga akhirnya (target pendapatan dari pajak) tidak tercapai. Sehingga pada 2025 itu kami mengusahakan peningkatan kesadaran tertib terhadap pajak," pungkasnya.