Ketua Majelis Luhur Kepercayaan Indonesia (MLKI) Kabupaten Madiun, Kasno Dwi Susanto, mengatakan bahwa penghayat kepercayaan di wilayahnya terdiri dari dua tipe. Pertama, para anggota organisasi kepercayaan memeluk suatu agama yang diakui di Indonesia. Juga, anggotanya tidak memeluk agama atau penghayat murni.
Dari delapan organisasi kepercayaan yang bergabung dalam MLKI setempat sebanyak tiga termasuk murni, yaitu Ngudi Utomo, Sapto Darmo Indonesia, dan Persatuan Warga Sapto Darmo. Sedangkan lima organisasi lainnya diikuti oleh warga yang memeluk suatu agama, yaitu Paguyuban Sapto Silo, Himuwis Rapra, Paguyuban Sumarah, Murti Tomo Waskito Tunggal, dan aliran kepercayaan ebatinan kepercayaan.
"Organisasi penghayat murni tidak memiliki anggota banyak, sekitar 40 an saja. Mereka inilah yang sebenarnya membutuhkan KTP sebagai penghayat.," kata Kasno.
Para penganut kepercayaan atau penghayat mulai bisa mencantumkan aliran kepercayaan di kolom agama pada KTP sejak terbitnya keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 97/PUU-XIV/2016.
Pada November 2017, Mahkamah Konstitusi mengabulkan gugatan uji materi atas Pasal 61 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 dan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan yang mewajibkan mengisi kolom agama di Kartu Tanda Penduduk. Gugatan ini diajukan oleh sejumlah penghayat kepercayaan.