Ketua Asosiasi Kelompok Usaha Bersama (KUB) Nelayan se Banyuwangi, Ikhwan Arief (kiri) memberikan tuntutan pencabutan surat penebangan 4000 pohon mangrove kepada Kepala Dinas Lingkungan Hidup Husnul Chotimah (kanan). IDN Times/Mohamad Ulil Albab.
Sementara itu, Dosen Ilmu Perikanan Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Banyuwangi, Ervina W Setyaningrum, SPI., MSI, dihubungi terpisah mengatakan, butuh waktu lama untuk menjadi kawasan hutan ekosistem mangrove.
"Ekosistem sudah terbentuk di situ minimal 3 tahun, apalagi di sana sudah sangat lama, berkembang pesat jadi kawasan hutan ekosistem, bicara ekosistem di mangrove memang banyak nyamuk, tapi bukan DBD malaria," ujar Ervina.
Dosen yang konsen dalam penelitian mangrove ini melanjutkan, tanaman mangrove memiliki fungsi penyerapan karbon paling tinggi dibandingkan semua tanaman di dunia. "Mangrove itu menyimpan karbon paling tinggi dibandingkan semua tanaman di dunia," ujarnya.
Dari sisi ekologis, tanaman mangrove memang bisa meningkatkan jumlah sedimentasi karena bersifat menahan erosi dan menjaga dari abrasi pantai. Bila mangrove dihilangkan, katanya, meningkatnya permukaan laut akibat global warming bisa memicu masuknya air asin ke sumur tawar warga.
"Karena mangrove juga menjaga air asin tidak masuk ke sumur tawar di darat. Banyak cara mengatasi sampah seperti ramai ramai kerjabakti, tapi jangan salahkan mangrove. Adanya mangrove sampah yang mau ke laut nggak jadi," jelasnya.
Lebih lanjut, Ervina menegaskan bahwa mangrove bukan penyebab berkurangnya ikan, sebaliknya menjadi rumah bertelur dan berlindung ikan.
"Mangrove itu habitatnya ikan, tempat pemijahan ikan, rumahnya ikan tempat berilindung dari pemangsa. Belum lagi jadi tempat migrasi burung, tidak ada dampak negatif tanaman mangrove," ujarnya.