Surabaya, IDN Times - Panti Asuhan Surabaya yang diduga menjadi tempat pelecehan seksual oleh pemilik sekaligus pengasuh kepada anak asuhnya sendiri diduga tak memiliki izin. Saat ini panti tersebut terdapat satu orang remaja putra dan satu remaja putri yang tinggal bersama terduga pelaku.
Direktur Unit Konsultasi dan Bantuan Hukum Fakultas Hukum Universitas Airlangga (UKBH FH Unair), Sapta Aprilianto mengatakan, panti asuhan tersebut diduga tidak memiliki izin atau legalitas untuk menjalankan aktivitas sebagai panti asuhan atau pengasuhan anak. Sehingga, pihaknya sedang berkordinasi dengan Dinas Sosial (Dinsos) Kota Surabaya untuk mendapatkan informasi lebih lanjut.
"Atas hal tersebut kami sedang berusaha untuk mendapatkan konfirmasi kepada Dinas Sosial atau instansi terkait," ujarnya, Jumat (31/1/2025).
Di dalam panti asuhan tersebut kini masih terdapat satu remaja putra dan saru remaja putri. Mereka juga tinggal bersama terduga pelaku NK (61).
Pihaknya berharap agar kepolisian segera menindak pelaku. Selain itu, dinas terkait juga diminta untuk membantu menangani anak-anak di dalam panti tersebut.
"Kami khawatir dengan keselamatan anak-anak tersebut. Kasus ini amat sangat memprihatinkan, dimana yang seharusnya anak-anak tersebut mendapat perlindungan dan pembinaan yang baik, justru malah diperlakukan dengan keji, terlebih lagi terlapor NK merupakan merupakan pemilik dari panti asuhan tersebut," pungkas dia.
Seperti diberitakan sebelumnya, pemilik sekaligus pengasuh panti asuhan di Surabaya berinisial NK (61) diduga melakukan kekerasan seksual kepada anak asuhnya. Diduga, korban berjumlah lebih dari satu orang.
Direktur Unit Konsultasi dan Bantuan Hukum Fakultas Hukum Universitas Airlangga (UKBH FH Unair), Sapta Aprilianto mengatakan, korban merupakan perempuan yang masih berusia 15 tahun. Kekerasan dilakukan selama kurang lebih tiga tahun.
"Terduga pelaku, dia pemilik, diduga pemilik panti asuhan dan pengelolah panti asuhan. Mereka (anak asuh) memanggilnya 'Bapak'," ujarnya di Gedung Pringgodigdo Unair, Jumat (31/2025).
Sapta menyebut, dugaan tindak pidana itu terungkap setelah ada beberapa anak kabur dari panti asuhan. Kemudian, ada anak yang melapor kepada seorang berinisial S bahwa di dalam panti tersebut telah terjadi kekerasan seksual.
"Ini kan ada beberapa anak yang kabur, kemudian datang kepada pelapor, memberikan informasi bahwa di dalam informasi terjadi kekerasan terhadap para anak-anak yang di dalam panti asuhan," ungkap dia.
Sementara, korban yang melapor baru satu orang. Namun, hal ini masih didalami, bisa jadi korban akan bertambah.
"Karena ini yang melapor baru satu, tapi dari satu ini masih pengembangan, bisa jadi berkembang dari satu itu," jelas dia.
Ia menuturkan, diduga motif kekerasan seksual karena adanya relasi kuasa. Korban adalah anak asuh dan pelaku merupakan pengasuh.
"Tidak ada (iming-iming) karena ini relasi kuasa, mereka gak ada pilihan lain, ya seperti ini, salah satu modus kejahatan ini, karena yang satu berkuasa, yang satu di bawah kekuasaan. Ya terjadi lah (kekerasan seksual)," jelasnya.
Pihaknya pun telah melaporkan dugaan tindak pidana ini ke Polda Jawa Timur dengan nomor laporan LP/B/165/I/2025/SPKT/Polda Jawa Timur tertanggal 30 Januari 2025. Selain itu, pihaknya juga bekerjasama dengan instansi terkait untuk memberi pendampingan kepada korban.
"Karena sekarang sedang proses laporan jadi memang tentu dari kami sebagai penerima kuasa, kami akan melakukan monitoring dan juga mendampingi terus, dan kerjasama dengan penyidik untuk membuat terang dugaan tindak pidana ini," kata dia.
Sementara itu, kondisi korban saat ini secara fisik dalam keadaan baik. Namun, untuk mengetahui kondisi korban lebih dalam, korban kini sedang dilakukan asesmen.
"Korban secara fisik baik-bail saja, cuma sedang dilakukan asesmen, pendampingan psikis, tadi pagi juga sudah dilakukan asesmen korban untuk mengetahui trauma yang terjadi akibat perbuatan terduga pelaku," pungkas dia.