Momen pemisahan Laki-laki dan perempuan di Pantai Pulau Santen, katanya, hanya digunakan untuk menangkap pasar wisata saat kedatangan Raja Salman ke Bali pada 2017 silam. Sesudah itu, seperti hanya seremonial penyambutan, papan petunjuk pemisah laki-laki dan perempuan kembali diturunkan.
"Saya tegaskan lagi, bahwa saat itu, hanya untuk gimmick marketing. Untuk menangkap peluang baru, wisatawan keluarga Arab Saudi, yang spendingnya paling besar. Pas dengan momentum Raja Salman Arab Saudi ke Indonesia," tegasnya.
Setelah Raja Salman kembali ke negaranya, kata Bramuda, Pulau Santen tidak lagi dipromosikan seperti semula.
"Tidak ada event yang mengangkat Pantai Santen dan Wisata Halal di sana. Karena itu, aneh bin ajaib menjadikan isu Pantai Santen dengan proses kearab-araban atau arabisasi itu sebagai isu. Terlalu berlebihan, terlalu mengada-ada, sampai-sampai harus membenturkan Sara," jelasnya.
Momentum kedatangan Raja Salman, selain untuk menangkap segmen wisata yang sedang menjadi banyak sorotan media dalam dam luar negeri, pihaknya ingin menata Pulau Santen.
“Dua tahun silam itu, 2017, adalah momentum bagus. Kita ini harus cepat bergerak di saat timing yang pas. Sekaligus, saat yang tepat untuk menata ulang Pantai Santen yang saat itu image nya kurang bagus, kurang bersih, kurang terawat,” ujarnya.