Pamer Aksi Brantas di WWF Bali, Ecoton Ajak Gen Z Terlibat

Surabaya, IDN Times - Yayasan Ekologi dan Konservasi Lahan Basah, Ecoton terus menyoroti kondisi sungai yang tercemar di Indonesia. Fakta itu ditemukan dalam berbagai gerakan, seperti Aksi Susur Sungai yang dilakukan oleh Founder Ecoton, Prigi Arisandi.
Namun, Aksi Susur Sungai ini adalah buah dari Aksi Brantas yang telah berjalan selama enam tahun lamanya. Yakni sejak 2018 - 2024. Dalam aksi ini, sejumlah unsur mulai dari aktivis peduli sungai, mahasiswa, pelajar perempuan dan anak-anak pun dilibatkan.
1. Program lingkungan gandeng komunitas, aktivis, peneliti, mahasiswa hingga pelajar
Aksi Brantas ini pun digaungkan di World Water Forum (WWF) ke-10 Bali. Dalam pemaparannya, Dirketur Ecoton, Daru Setyorini menjadi salah satu panelis memaparkan pentingnya meningkatkan kapasitas masyarakat komunitas peduli lingkungan.
Hal tersebut, agar komunigas mampu berpartisipasi aktif dalam pengelolaan sumber daya air, pemulihan kualitas air dan kerusakan sungai serta mengembangkan solusi lokal yang efektif mengurangi ancaman kerusakan sungai di daerahnya.
Menurut Daru, perempuan dan anak adalah kelompok yang rentan terdampak polusi lingkungan. Namun sejauh ini belum mendapat akses informasi dan partisipasi dalam pengelolaan sumber daya air. Untuk meningkatkan pengelolaan sumber daya air terpadu dan partisipatif, Ecoton berkolaborasi dengan lima lembaga di Belanda dan Indonesia dalam menginisiasi proyek pemulihan kualitas air Sungai Brantas.
“Salah satu tujuan proyek ini adalah meningkatkan partisipasi masyarakat di Sungai Brantas, khususnya perempuan dan anak dengan memberikan pelatihan pemantauan pencemaran dan kerusakan sungai melalui program Citizen Science dan menjalin koordinasi dan kolaborasi untuk menjalankan aksi solusi dengan pemerintah, lembaga pendidikan dan komunitas” ujar Daru dalam keterangan resmi, Minggu (26/5/2024).
2. Peran perempuan dan anak sangat perlu dilibatkan
Sementara itu, Koordinator River Warrior yang merupakan jaringan Aksi Brantas, Thara Bening Sandrina mengatakan, peran perempuan dan anak sangat penting dalam pemulihan kerusakan sungai Indonesia. Ia menyebut rempuan memegang kendali pengelolaan sampah.
"Yang Jadi problem utama polusi sampah Plastik di Sungai, Gen Z memegang pengaruh atau sugesti publik untuk perubahan," katanya.
Mahasiswa semester 8 jurusan Kelautan dan Perikanan Universitas Airlangga (Unair) ini menjelaskan bahwa gerakan perubahan oleh anak muda bisa menginfluence perubahan kebijakan. Dicontohkan gerakan Pandawara dan aksi Aeshnina "Gretta Indonesia" yang aktif menolak sampah impor.
"Kedua aksi ini memincu sentimen publik dan pembuat kebijakan," katanya.
3. Dapat apresiasi dari aktivisi dan peneliti lingkungan luar negeri
Selain Daru, panelis lain yang menyampaikan laporannya peniiti kualitas air danau dari Kanada, Emily Kroft, peneliti dan Direktur International Cooperation Department of Chinese Hydraulic Engineering Society, Liu Yang. Menurut mereka, forum ini menjadi ajang membangun jaringan global dalam kolaborasi menanggulangi krisis air global.
“Program Aksi Brantas adalah model yang sangat bagus dan kami mendapat inspirasi aksi yang dapat meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pemulihan kualitas air," ungkap undangan dari Global Water Partnership China, You Jinjun.
Peneliti IHE Delft Belanda, Tamara Grujic menyampaikan apresiasi atas program Aksi Brantas sebagai program yang berhasil menggerakkan lebih banyak komunitas sungai berkontribusi dalam perlindungan sungai.
Terlebih, program ini menghasilkan kolaborasi dengan pemerintah terkait pengelolaan sungai antara lain BBWS Brantas, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak, Dinas Pendidikan, Dinas Pariwisata, Dinas Perikanan dan Kelautan serta Dinas Kesehatan.
Kolaborasi seperti ini perlu dikembangkan dan direplikasi agar masyarakat dapat berpartisipasi aktif menjaga sungai di wilayahnya. Kemudian pemerintah dapat mencapai target pengelolaan sumber daya air dengan dukungan masyarakat yang berdaya dan peduli pada kelestarian sungainya.