Pakar Geologi ITS, M. Haris angkat bicara soal fenomena awan panas guguran Gunung Semeru. Dok. Humas ITS.
Merujuk data Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) sejak November lalu, sudah terjadi peningkatan aktivitas vulkanik berupa gempa erupsi Gunung Semeru. "Maka, bersamaan dengan adanya peningkatan aktivitas erupsi, terindikasi pula adanya peningkatan jumlah material vulkanik yang terkumpul di sekitar kawah,” ujarnya, Rabu (8/12/2021).
Penumpukan jumlah material di tudung Gunung Semeru ini mengakibatkan puncak semakin tinggi. Di sisi lain, ketidakstabilan lereng menjadi bertambah pula. “Apalagi, material erupsi keluaran Gunung Semeru masih berupa material vulkanik yang tidak terkonsolidasi,” terangnya.
Karakteristik material itu sangat mudah tergerus dan dapat mengakibatkan terjadinya runtuhan. Terlebih, cuaca ekstrem di akhir tahun 2021 kali ini, turut mendorong proses pengikisan semakin meningkat. Alhasil, di tengah hujan deras Sabtu (4/12/2021), guguran material vulkanik berdampak sangat masif di beberapa lereng Gunung Semeru.
"Hal ini terlihat dari adanya hujan abu yang disertai awan panas guguran," ucapnya.
Sebaliknya, masyarakat cenderung tidak merasakan getaran gempa erupsi Gunung Semeru saat peristiwa ini terjadi. “Saat runtuhan terjadi, sebenarnya juga disertai dengan getaran. Tetapi, magnitudo getarannya kecil, sehingga tidak sampai terasa oleh warga sekitar,” jelasnya.