Pagi Mencekam di Ngagel Jaya Utara

13 Mei 2018, lima bom mengguncang Surabaya dan Sidoarjo. Ada 28 orang meregang nyawa, puluhan terluka. Melalui pengakuan saksi dan korban, kami mencoba menceritakannya kembali. Penuturan mereka menunjukkan bahwa apapun dalihnya, terorisme adalah kejahatan kemanusiaan dan tak selayaknya mendapat tempat di muka bumi.
Surabaya, IDN Times - Waktu masih menunjukkan pukul 07.10 WIB saat Ari Setiawan (41) membantu beberapa jemaat meninggalkan Gereja Santa Maria Tak Bercela Surabaya, Minggu 13 Mei 2018. Pagi itu, selain dengan dua rekan sesama satpam gereja, ia juga ditemani satu anggota dari Polsek Gubeng, Iptu Ahmad Nurhadi (45) dan Aloysius Bayu Rendra Wardhana (37). Nama terakhir merupakan salah satu jemaat yang menjadi relawan keamanan tiap misa berlangsung.
Sambil ngobrol tentang teknis pengamanan gereja, sesekali Ari melemparkan candaan kepada Bayu. Mereka kemudian mengakhiri pembicaraan dengan foto bertiga.
Sejurus kemudian, sebuah mobil masuk ke parkiran. Mobil tersebut diketahui ditumpangi rombongan jemaat yang terdiri dari Wenny Angelina (47) dua anaknya Nathanael Ethan (9) dan Vincentius Evan (11), serta seorang keponakan Evelyn Hudoyo (11).
1. Dua orang pengendara motor mencurigakan datang
Selanjutnya, Bayu dan Ahmad menuju pos satpam yang berada sudut gereja. Di dalam pos kayu berukuran 2 kali 2 meter tersebut Bayu mengawasi tiap jemaat yang masuk gereja. Sementara Ari memilih berjaga di luar gerbang sembari mengatur arus lalu lintas.
Tak ada yang aneh pagi itu, lalu lintas jalan Ngagel terpantau lancar seperti biasanya. Hingga tiba-tiba sebuah motor dengan dua orang pengendara melintas dari arah Jalan Ngagel Jaya Utara. “Keduanya pakai penutup kepala. Sama-sama menggunakan pakaian hitam,” kata Ari saat berbincang dengan IDN Times. “Gak kelihatan wajahnya. Kalau dari posturnya memang masih anak-anak,” lanjut Ari.
Meski samar, Ari sempat mengaku mengingat ciri-ciri kedua pelaku. Menurutnya, kakak adik yang belakangan diketahui adalah FS (12) dan VR (9) itu masing-masing menenteng tas ransel dengan ukuran berbeda. Keduanya mengapit sebuah kotak plastik besar. Awalnya, Ari mengira mereka hendak mengantarkan pesanan makanan untuk jemaat gereja.