Infografis perbandingan PLTS dan PLN. IDN Times/Mohamad Ulil Albab
Sejak menggunakan tenaga listrik panel surya, pengeluaran biaya bulanan Khusaini untuk merawat buah naga dengan sistem lampu, semakin berkurang. Di lahannya seluas seperempat hektar, khusaini menanam 360 pohon naga dan memasang 380 lampu LED masing-masing 8 watt. Dalam sebulan, biasanya ia harus membayar ke PLN sebesar Rp 500 ribu. Saat ini, bebannya berkurang 40 lampu setelah menggunakan PLTS.
"Sebelum PLTS, bayar Rp500 ribu. Setelah ada PLTS berkurang RP50 ribu," kata Khusaini.
Energi listrik, memang menjadi kunci utama dalam bisnis pertanian buah naga. Terang lampu di kebun naga saat malam hari bisa memicu produktivitas bunga, meski di luar musim panen. Terang lampu, bisa menjadi pengganti fotosintesis energi matahari.
Umumnya, fase musim panen buah naga tanpa lampu sekitar bulan Oktober hingga Maret, di luar itu tanaman naga tidak akan mengeluarkan bunga bakal buah. Dengan terang lampu di malam hari, tanaman naga di luar musim April hingga September bisa terus berbunga.
Saat berbunga di luar musim, petani cukup membantu proses pengkawinan secara manual dengan menaburkan bagian benang sari ke putik bunga. Hal ini dilakukan agar besar buah bisa maksimal. Buah naga yang panen di luar musim, tentu memicu harga jual yang semakin tinggi, mulai Rp10 ribu sampai RP30 ribu per kilogram.
"Selama 3 bulan periode, hidupin lampu hanya sekitar satu bulan hingga muncul bunga. Jadi tidak terus menerus menghidupkan lampu," kata pria yang sudah 7 tahun menanam buah naga ini.
Di lahan seperempat, Khusaini bisa panen hingga 2 ton. Bila menggunakan lampu, ia bisa panen hingga 4 kali dalam setahun. Artinya, terang lampu, menjadi jantung ekonomi para petani buah naga.
"Keuntungan lumayan, kalau di luar musim (menggunakan lampu) harga Rp10-30 ribu per kilogram. Tapi kalau pas musim (tanpa lampu), panen raya harganya bisa anjlok. Pernah hanya dihargai Rp500 rupiah per kilogram, dapat harga Rp5000 sudah bagus," jelasnya.
Bila dihitung dan dibandingkan, pemasangan panel surya di lahan seperempat hektar untuk 380 lampu dengan sumber energi listrik PLN, tentu di awal lebih terasa ringan menggunakan PLN. Namun, urusan jangka panjang, dari perhitungan jauh lebih hemat menggunakan PLTS.
Wildan, yang mengurus urusan kelistrikan buah naga milik ayahnya mengatakan, pemasangan listrik dengan daya 5.500 VA, membutuhkan biaya Rp7-8 juta, dengan biaya bulanan Rp500.000 per bulan dengan penggunaan 5-6 jam tiap malam selama satu bulan.
Sementara biaya pemasangan PLTS di lahan seluas seperempat hektar setidaknya membutuhkan 10 panel surya masing-masing 100 WP, 6 baterai 6060 VA, dan inverter 3.500 Watt dan kebutuhan lain dengan total biaya Rp30 juta. Jumlah tersebut memang mahal di awal, namun selebihnya petani tinggal memanen panas matahari untuk menjadi listrik secara gratis.
"Lebih hemat panel surya, dengan catatan sistem benar. Jadi batre tidak boleh dicas sampai full, dan kalau digunakan jangan sampai dikuras sampai habis. Intinya jiga sistem pemangasannya tepat bisa bertahan lama," ujar Wildan.
Dosen Teknik Mesin Konversi Energi, Uniba, Adi Pratama Putra MT menambahkan, investasi PLTS di awal memang terkesan cukup mahal bila dibandingkan dengan penggunaan PLN. Namun bila dihitung manfaat dan ekonomis jangka panjang, penggunaan PLTS jauh lebih murah dan ramah lingkungan.
"Masalahnya di pendanaan awal cukup besar.Kalau dibandingkan jangka panjangnya lebih hemat panel surya," ujar Adi.
Dari hasil studi yang dia lakukan, penggunaan listrik PLN untuk lahan seluas seperempat hektar membutuhkan biaya hingga Rp 20 juta, termasuk untuk membeli perlengkapan lampu. Sementara pemasangan PLTS membutuhkan biaya Rp30-40 juta.
"Beli panel surya, Rp30-40 juta, itu sudah jadi plus lampu, bedanya memang 100 persen. Tapi ke depan tidak bayar listrik," terangnya.
Hanya saja, kata Adi, kendala yang sering terjadi dan perlu diantisipasi yakni terkait keamanan perangkat PLTS dari pencurian, bila dipasang di kebun naga.
Kendalanya tapi, itu rawan akan pencurian. Sekarang pun, yang Cuma lampu naga, juga rawan pencurian, karena tidak banyak dieskpos, karena yang dicuri sekitar 15-20 lampu saja. Tapi kalau dirupiahkan ya lumayan," ujarnya.
Mengantisipasi hal tersebut, pihak Uniba telah mengembangkan teknologi yang bisa mendeteksi keberadaan manusia di lahan buah naga yang terintegrasi dengan nomor gawai pemilik.
"Kita juga mengembangkan monitoring lahan, kalau ada orang yang masuk ke lahan akan mendeteksi, dan akan menghubungi nomor orang yang punya lahan itu," jelasnya.
Sementara itu, Khusaini sendiri juga memasang perangkat pengaman tambahan di kawasan pertanian buah naga. Ia sendiri tidak terlalu khawatir dengan kasus pencurian bola lampu yang sering terjadi. Solidaritas antar petani untuk saling mengawasi dan menjaga sudah cukup kuat.
Terlebih, para petani buah naga saling menguatkan satu sama lain bila menemukan beragam inovasi untuk pertanian buah naga.
Setelah Khusaini memasang PLTS di kebun naganya, tidak sedikit petani lain yang mampir untuk bertanya berapa biaya yang dibutuhkan dan bagaimana cara merangkainya.
"Banyak tanya, habis berapa. Sudah tanya lahan, segini, setelah dihitung-hitung habis Rp30 jutaan, mundur," kata Khusaini.