Ilustrasi banjir di perkotaan. (pixabay.com/j_lloa)
Berdasarkan keterangan Mukminin, melubernya air laut akibat reklamasi pasti tidak bisa dihindari lagi.
"Dampak banjir itu sudah pasti. Seribu hektare sebelum direklamasi kan tempatnya air, dan itu nggak sedikit. Setelah direklamasi, air-air itu larinya ke mana? Kan ke sungai. Sungai tidak muat larinya ke got, terus ke jalan, akhirnya bertamu ke rumah-rumah warga," urainya.
Seribu hektare adalah rencana luas lahan yang hendak direklamasi jika proyek ini tetap berlangsung. Dengan luas yang tidak sedikit ini, Kota Surabaya tentu mengalami tantangan baru. Debit air yang bertambah setiap tahunnya, menurut Mukminin, juga pasti terjadi karena adanya hujan.
"Belum lagi air pasang rob ditambah hujan, ini jadi dampak jangka panjang, lho," jelasnya.
Bagi Mukminin, reklamasi tidak hanya merugikan nelayan saja, tetapi juga warga Surabaya pada umumnya.
"Siapa yang diuntungkan, siapa yang dirugikan (dari proyek reklamasi ini)? Kalau masalah yang dirugikan (dalam) jangka panjang, ya sudah pasti masyarakat," ujarnya.
Selain hilangnya mata pencaharian, banjir juga menjadi keresahan Mukminin. Ia mengaku selama ini daerah tempat tinggalnya tidak pernah tergenang banjir besar. Seandainya banjir karena curah hujan yang tinggi, banjir itu pasti cepat surut.
"Kalau dampaknya reklamasi ya pasti banjir. Entah jangka panjang atau jangka pendek, entah saat reklamasi atau setelahnya, pasti ada dampak buat masyarakat Surabaya," ungkapnya.
Mukminin juga menjelaskan, salah satu penyelesaian banjir di Surabaya adalah dengan meninggikan jalan. Di sisi lain, alternatif ini menyebabkan masalah baru, yaitu perbedaan tinggi antara jalan dan rumah-rumah. Jika kondisi ini terjadi, pastilah rumah-rumah yang lebih rendah dari jalan digenangi air.
"Buat yang punya uang, gampang saja rumahnya ditinggikan. Kalau nggak punya (uang), ya terpaksa menerima tamu-tamu yang tidak diundang tadi," katanya.