Dua puluh empat tahun lalu, Lagu ‘Buruh Tani’ menggelora sepanjang Mei. Digaungkan pelbagai kalangan. Mulai dari mahasiswa, buruh, tani hingga kaum miskin kota. Liriknya tajam. Membakar semangat para aktivis Gerakan 98. Menggulingkan rezim Orde Baru (Orba) yang berkuasa 32 tahun lamanya. Kini, lagu tersebut masih menjadi andalan ketika aksi demonstrasi. Wajar, karena memang relate. Cita-cita yang tertuang dalam lagu belum terwujud seutuhnya. Masih di antara angan dan harapan.
Surabaya, IDN Times – Dua tahun sebelum reformasi, Safii Kemamang sudah sibuk. Menyiapkan rencana aksi demonstrasi dengan ribuan massa. Berbagai strategi pun disusun. Di salah satu rumah perjuangan. Beralamat di Kedung Tarukan II Nomor 22, Tambaksari, Surabaya. Para aktivis saat itu yakin demonstrasi menjadi cambuk bagi rezim Soeharto.
Dari berbagai musyawarah yang dilakukan, Syafii ditunjuk menjadi Koordinator Lapangan (Korlap) untuk aksi buruh pada 8 Mei 1996. Enam hari jelang aksi, tepatnya 2 Juli 1996, pria asal Lamongan ini bergegas menemui para buruh. Dia berbincang, berdiskusi hingga bersepakat memprotes melambungnya harga sembako.
Tak hanya diskusi, strategi juga disusun. Agar demonstrasi tetap berjalan sesuai rencana. Tak disadari hari sudah berganti malam. Tapi tak masalah bagi Safii. Namun, pergerakan Safii telah diawasi penguasa. “Pulang dari organisir buruh di pabrik, malamnya saya diculik. Tapi malam itu juga saya lolos dari penculikan. Walau pun dalam kondisi tubuh luka,” ujarnya kepada IDN Times, Kamis (19/5/2022).