Surabaya, IDN Times - Musim penghujan di Kota Surabaya datang lebih cepat dari tahun sebelumnya. Pemerintah Kota Surabaya pun kini tengah menggencarkan Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN BDB).
Antisipasi peningkatan kasus DBD telah tercantum dalam dalam SE Nomor 400.7.9/29490/436.7.2/2025 yang dikeluarkan pada 23 Oktober 2025.
Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Surabaya, Lilik Arijanto mengatakan, berdasarkan data yang dihimpun dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), menunjukkan musim hujan di seluruh wilayah Indonesia diprediksi maju atau datang lebih awal pada akhir 2025 dan awal 2026. BMKG memprediksi musim hujan akan terlihat mulai September hingga November, dengan durasi yang lebih panjang dari tahun-tahun sebelumnya. Sedangkan puncaknya diprediksi berlangsung pada Januari-Februari 2026.
“Berdasarkan prediksi tersebut, Kota Surabaya memiliki potensi memasuki musim penghujan pada Minggu ke II November 2025 di wilayah Surabaya barat, dan diikuti wilayah selain Surabaya barat pada minggu ke III November 2025,” kata Lilik, Rabu (29/10/2025).
Mengingat sebentar lagi memasuki musim penghujan, Pemkot Surabaya melakukan sejumlah upaya kolaboratif sebagai pencegahan dan pengendalian penyakit, serta risiko penularan DBD. Salah satunya, yakni memberantas penularan penyakit DBD dengan melaksanakan gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN BDB) secara rutin dengan kegiatan 3M Plus.
“Seperti menguras dan menyikat bersih bak mandi, kolam air minimal satu minggu sekali, lalu menutup rapat tempat penampungan air, misalnya seperti tempayan, tandon, drum, dan sebagainya. Selain itu, bisa juga memanfaatkan atau mendaur ulang barang bekas yang dapat menampung air,” jelas Lilik.
Selain itu, lanjut Lilik, mengganti vas bunga, tempat minum burung atau tempat-tempat lainnya yang jelas sejenis setiap satu minggu sekali. Kemudian memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar atau rusak. Tidak hanya itu, bisa juga dengan cara menaburkan bubuk pembunuh jentik (larvasida), misalnya di tempat-tempat yang sulit dikuras atau di daerah yang sulit air.
Masyarakat juga bisa memelihara ikan pemakan jentik di kolam, atau bak penampungan air. Misalnya ikan cupang, atau ikan kepala timah. Selain itu masyarakat juga bisa memasang kawat kasa di jendela dan pintu rumah. “Warga juga bisa membiasakan pengaturan barang dalam ruangan secara rapi agar tidak menjadi tempat bersarangnya nyamuk,” ujarnya.
Disamping itu, warga juga diimbau untuk menghindari kebiasaan menggantung pakaian di dalam kamar, mengupayakan pencahayaan dan ventilasi yang memadai, dan menggunakan kelambu pada saat tidur. Selain itu, warga juga bisa memakai obat anti nyamuk, seperti lotion hingga obat semprot anti nyamuk. Dalam SE tersebut ia juga menyebutkan, masyarakat bisa menanam tanaman yang tidak disukai nyamuk seperti serai dan lavender, serta membersihkan lingkungan.
Lilik menerangkan, Pemkot Surabaya mengajak masyarakat untuk menggiatkan Gerakan Satu Rumah Satu Jumantik (G1R1J) secara rutin dengan menunjuk juru pemantau jentik di setiap rumah atau instansi untuk memantau dan memastikan tidak ada jentik. Di samping itu, gerakan ini juga untuk memastikan nilai Angka Bebas Jentik (ABJ) lebih dari 95 persen di masing-masing wilayah dan Nilai Container Index (CI) kurang dari 5 persen pada instansi atau sekolah.
Lilik juga mengajak seluruh warga di Kota Surabaya untuk menggiatkan kerja bakti serentak secara masif di wilayahnya masing-masing, baik di dalam rumah maupun di luar rumah. Tidak hanya itu, ia juga mengimbau kepada seluruh Kecamatan, Kelurahan, Institusi Pendidikan, Kader Surabaya Hebat (KSH), PKK, RT/RW, Tokoh Agama (TOGA), Tokoh Masyarakat (TOMA), hingga swasta untuk bergerak dalam Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) 3M Plus.
“Kegiatan pencegahan disarankan dapat diimplementasi oleh seluruh masyarakat di Kota Surabaya, mengingat adanya mobilitas masyarakat yang tinggi. Adapun beberapa wilayah di Kota Surabaya seperti kawasan Barat, Timur dan Utara yang memiliki kecenderungan risiko penyebaran tinggi. Karena wilayah tersebut merupakan kawasan yang berbatasan langsung dengan Kabupaten atau kota lain,” paparnya.
Terakhir, Lilik menambahkan, apabila ditemukan adanya indikasi penderita DBD di lingkungan masyarakat, diharapkan untuk segera melapor ke Puskesmas sesuai dengan alamat domisili penderita, untuk dilakukan Penyelidikan Epidemiologi (PE) lebih lanjut. “Jika mengalami gejala DBD seperti demam tinggi tanpa sebab 2-7 hari, ruam atau bintik merah pada kulit, nyeri pada otot dan sendi, pusing, mual, muntah, kemudian nafsu makan menurun, nyeri ulu hati, mimisan, atau pendarahan ringan pada gusi agar Bisa segera membawa ke puskesmas atau fasilitas kesehatan (Faskes) lainnya,” pungkasnya.
