Surabaya, IDN Times - Polemik sound horeg yang sebelumnya diharamkan Pondok Pesantren (Ponpes) Besuk, Kabupaten Pasuruan, kini ditindaklanjuti Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur (Jatim). Organisasi ini pun turut menerbitkan fatwa haram dengan catatan khusus.
Putusan itu tertera dalam surat Fatwa Majelis Ulama Indonesia Provinsi Jawa Timur Nomor : 1 Tahun 2025 tentang Penggunaan Sound Horeg yang diterbitkan pada 12 Juli 2025. Surat itu ditandatangani oleh Ketua Komisi Fatwa MUI Jatim KH Makruf Khozin dan Sekretaris Fatwa MUI Jatim Sholihin Hasan.
"Benar, kami telah menerbitkan fatwa tersebut," ujar Kiai Makruf kepada IDN Times, Senin (14/7/2025).
Dalam surat tersebut, MUI Jatim menetapkan fatwa sound horeg sebagai berikut, sistem audio yang mempunyai potensi volume tinggi, biasanya fokus pada frekuensi rendah (bass). Istilah horeg berasal dari bahasa Jawa, yang berarti bergetar atau bergerak. Secara harfiah berarti suara yang membuat bergetar.
Desibel (dB) adalah satuan yang digunakan untuk menyatakan intensitas suara. Desibel juga merupakan sebuah unit logaritmis untuk mendeskripsikan suatu rasio. Rasio tersebut dapat berupa daya (power), tekanan suara (sound pressure), tegangan atau voltasi (voltage), intensitas (intencity), atau hal-hal lainnya.
Sound horeg, lanjut Kiai Makruf, memanfaatkan kemajuan teknologi audio digital dalam kegiatan sosial, budaya dan lain-lain merupakan sesuatu yang positif selama tidak bertentangan dengan perundang-undangan dan tidak menyalahi prinsip-prinsip syari’ah.
"Setiap individu memiliki hak berekspresi selama tidak mengganggu hak asasi orang lain," katanya.
Namun, penggunaan sound horeg dengan intensitas suara melebihi batas wajar, sehingga dapat mengganggu dan membahayakan kesehatan, dan merusak fasilitas umum atau barang milik orang lain, memutar musik diiringi joget pria wanita dengan membuka aurat dan kemunkaran lain, baik dilokalisir pada tempat tertentu maupun dibawa berkeliling pemukiman warga, hukumnya haram.
Sementara jika penggunaan sound horeg dengan intensitas suara secara wajar untuk berbagai kegiatan positif, seperti resepsi pernikahan, pengajian, selawatan dan lain-lain, serta steril dari hal-hal yang diharamkan, hukumnya boleh.
"Kemudian seperti battle sound atau adu sound yang dipastikan menimbulkan mudarat yaitu kebisingan melebihi ambang batas dan berpotensi tabdzir dan idha’atul mal (menyia-nyiakan harta) hukumnya haram secara mutlak," tegasnya.
"Penggunaan sound horeg dengan intensitas suara melebihi batas wajar yang mengakibatkan dampak kerugian terhadap pihak lain, wajib dilakukan penggantian," tambah Makruf.
Atas dasar itu, MUI Jatim meminta kepada penyedia jasa, event organizer dan pihak-pihak yang terlibat dalam penggunaan sound horeg agar bisa menjaga dan menghormati hak-hak orang lain, ketertiban umum, serta norma-norma agama.
Kemudian meminta kepada Pemprpv Jatim untuk menginstruksikan kepada Pemerintah Kabupaten/Pemerintah Kota di Jatim agar segera membuat aturan sesuai kewenangannya tentang penggunaan alat pengeras suara mulai dari perizinan, standar penggunaan, dan sanksi dengan mempertimbangkan berbagai macam aspek, termasuk norma agama.
"Meminta kepada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia untuk tidak mengeluarkan legalitas berkaitan dengan sound horeg, termasuk Hak Kekayaan Intelektual (HKI) sebelum ada komitmen perbaikan dan penyesuaian sesuai aturan yang berlaku," kata Makruf menekankan.
"Mengimbau kepada masyarakat untuk bisa memilah dan memilih hiburan yang positif, tidak membahayakan bagi dirinya, serta saling memahami, menghormati hak asasi orang lain dan tidak melanggar norma agama maupun aturan negara," pungkasnya.
Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
MUI Jatim Juga Terbitkan Fatwa Haram Sound Horeg

Massa aksi saat membawa sound horeg dalam demo ODOL di depan Kantor Gubernur Jatim, Kamis (19/6/2025). (IDN Times/Khusnul Hasana)
Intinya sih...
MUI Jatim menerbitkan fatwa haram sound horeg dengan catatan khusus.
Sound horeg diperbolehkan jika intensitas suara wajar dan tidak melanggar norma agama serta aturan negara.
MUI Jatim meminta pihak terkait untuk mengatur aturan tentang penggunaan alat pengeras suara, termasuk norma agama.
Editorial Team
EditorZumrotul Abidin
Follow Us