Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Dok. UPT PPSAB Sidoarjo
Penjangkauan bayi oleh UPT PPSAB Sidoarjo Dinsos Jatim. Dok. UPT PPSAB Sidoarjo

Intinya sih...

  • Lilik mengabdikan hidupnya merawat bayi dan balita terbuang sejak 2010, dengan cinta dan kesabaran selama 34 tahun.

  • Ia berharap agar orang tua tidak membuang anaknya, menyerukan cinta tanpa syarat kepada anak, dan menyayangkan fenomena pembuangan bayi yang masih marak di Jawa Timur.

  • Kepala Dinsos Jatim mengungkapkan bahwa selama Januari hingga Juni 2025, terdapat 47 anak yang dibuang dan dirawat dengan baik di UPT PPSAB Sidoarjo.

Surabaya, IDN Times - Fajar menyingsing dari ufuk timur. Pendarnya menembus celah-celah kaca jendela yang kelambunya belum dibuka penuh. Suara adukan air dan susu dalam botol dot terdengar mengiringi aktivitas di sebuah Pantri pagi itu, Senin (30/6/2025).

Beberapa botol dot berisi susu putih itu tampak berjajar rapi. Segeralah dibawa Diah Lilik Ismani (57) ke dalam kamar. Di kamar itu terdapat beberapa bayi. Ada yang masih pulas, ada pula yang merengek keras. Hingga tangisnya membangunkan bayi yang lain.

Lilik sudah tahu, kalau bayi-bayi itu butuh susu. Satu persatu, susu diberikan ke bayi. Ada yang masih menangis. Seolah meminta perhatian lebih. Tanpa tunggu waktu, Lilik langsung menggendongnya. Ditimang sebentar. Sembari diberi susu yang dibuatnya tadi.

1. Pengabdian merawat bayi telantar

Aktivitas pengasuhan di UPT PPSAB Sidoarjo milik Dinsos Jatim. (Dok. Dinsos Jatim)

Begitulah keseharian Lilik di balik tembok UPT Perlindungan dan Pelayanan Sosial Asuhan Balita (PPSAB) Sidoarjo Dinas Sosial (Dinsos) Jawa Timur (Jatim). Ia sudah mengabdikan hidupnya untuk mereka yang tak pernah mengenal kasih sayang orang tua kandung. Bukan setahun, tapi puluhan tahun.

Lilik tak pernah menghitung rinci berapa jumlah bayi dan balita telantar yang telah diasuhnya. Dia sudah menjadi ibu bagi ratusan anak telantar sejak tahun 2010. Namun, kiprah Lilik di dunia sosial jauh sebelum itu. Ia mengabdikan diri di Dinsos Jatim sejak 1991. Artinya, sudah 34 tahun ia menapaki jalan pengabdian.

"Saya pilih jalan ini karena sayang saya ke anak-anak tidak bisa digambarkan," ungkapnya.

Lebih dari 14 tahun, Lilik tak hanya merawat, tapi juga mencintai dengan sepenuh hati. Ia menemani anak-anak itu sejak mereka membuka mata di pagi hari hingga terlelap di malam hari. Dia hafal betul suara tangis tiap anak, tahu kapan mereka lapar, lelah, atau hanya butuh digendong. Seolah ada ikatan batin yang tak terlihat namun kuat menghubungkan mereka. "Karena mereka adalah anak-anak saya. Kalau dia (anak) sakit, saya merasakan sakit," tambahnya.

Bentuk kasih sayang Lilik bukan hanya dalam pelukan atau suapan makan. Dia bahkan memasukkan beberapa anak asuhnya ke dalam dokumen kartu susunan keluarganya, hanya agar mereka bisa memperoleh hak-hak dasar sebagai warga negara.

“Saya ingin mereka tetap diakui, punya identitas, dan masa depan,” katanya dengan tegas.

2. Anak dari hubungan tak bertanggung jawab

Aktivitas pengasuhan di UPT PPSAB Sidoarjo milik Dinsos Jatim. (Dok. Dinsos Jatim)

Lilik berharap agar tidak ada lagi orang tua yang membuang dan menelantarkan anaknya. Jika memang tidak siap menjadi orang tua, ia menyarankan agar tidak berbuat hal yang nantinya menjerumuskan masa depan anak yang dilahirkan.

"Untuk generasi muda, janganlah melakukan hal-hal yang melanggar sekiranya nanti menjerumuskan masa depan," katanya.

Lilik mengaku sedih karena sebagian besar anak-anak ini ditelantarkan oleh orang tua mereka. Menurutnya, banyak kasus anak telantar berawal dari hubungan yang tak bertanggung jawab, dari keputusan emosional yang akhirnya menyisakan luka panjang.

"Saya tidak habis pikir, bagaimana mungkin orang tua bisa meninggalkan darah dagingnya begitu saja,” tuturnya sambil menahan air mata.

Lilik juga berpesan kepada para orang tua agar mencintai anak-anak mereka tanpa syarat. "Anak itu segalanya," ucap Lilik. "Mereka bukan hanya anugerah, tapi juga penerang jalan kita di hari tua. Kalau kita menyakiti mereka, kita seperti memutus cahaya hidup sendiri," tambah dia.

3. Marak fenomena anak dibuang

Infografis data penelantaran anak di Jatim. (IDN Times/Shakti).

Banyaknya anak-anak yang dirawat di UPT PPSAB Sidoarjo yang dinaungi Dinsos Jatim ini sejalan dengan fenomena pembuangan dan penelantaran bayi yang masih marak di Jatim. Terbukti selama Januari hingga Juni 2025 ini, Dinsos Jatim menerima 47 anak. Rinciannya sebanyak 33 laki-laki dan 14 perempuan. Selain itu juga terdapat 13 anak yang difabel.

Sementara berdasarkan usia, anak-anak usia 0 - 6 bulan sebanyak 17 anak. Kemudian usia 6 bulan - 2 tahun sebanyak 14 anak dan usia 2 - 5 tahun sebanyak lima anak. Serta yang di atas 5 tahun sebanyak 11 anak.

"Memang yang paling banyak dirawat di UPT kami usia bayi dan balita," ungkap Kepala Dinsos Jatim, Restu Novi Widiani.

Novi--sapaan karib Kepala Dinsos Jatim- menambahkan, bayi-bayi tersebut dipastikan dirawat oleh para pengasuh di UPT PPSAB Sidoarjo dengan baik. "Kami pastikan bayi dirawat baik. Namun ini seharusnya jadi perhatian serius,” katanya.

Beberapa bayi yang diterima pihaknya tersebut memiliki berbagai latar belakang. Ada yang ditemukan dalam kondisi memprihatinkan, seperti bayi yang ditemukan dalam kardus di depan gudang kosong di Kabupaten Pasuruan dengan potongan plasenta yang masih menempel. 

Selain itu, ada pula bayi yang diserahkan oleh Balai Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PRS PMKS) Sidoarjo karena ibunya merupakan penerima manfaat di sana. "Dari Surabaya, ada bayi yang diserahkan karena ibu kandungnya pengidap gangguan jiwa," katanya.

Jika ada masyarakat berkeinginan untuk mengadopsi bayi. Novi menegaskan hal itu diperbolehkan. Namun mereka harus memiliki kesungguhan dalam merawat. Ada surat pernyataan yang harus ditandatangani.

"Kalau jumlah yang diadopsi tahun ini sudah ada 14 anak. Tahun 2024 lalu memang lebih banyak ada 23 anak dan tahun 2023 sebanyak 15 anak," ungkapnya.

Novi berkomitmen bahwa anak-anak yang dibuang ini akan diasuhnya. Kemudian dicarikan orang tua. Komitmen ini sudah berjalan sejak tahun 2009. Tercatat selama 2009 - 2025 sebanyak 593 anak dilayani. Dengan jumlah adopsi mencapai 424 anak.

4. Tak sedikit bayi yang dibuang meninggal bahkan dibunuh orangtuanya

ilustrasi stroller bayi (unsplash.com/Tommaso Pecchioli)

Fenomena pembuangan bayi hingga berujung kehilangan nyawa juga terjadi beberapa kali. Bahkan berulang kali. Terbaru, ada temuan bayi dibuang hingga meninggal dunia di Depo TPA Citraland, Jalan Alas Malang Nomor 105, Kelurahan Bringin, Kecamatan Sambikerep, Surabaya pada Kamis (22/5/2025).

Kapolsek Lakarsantri, AKP Sandi Putra, mengatakan bahwa penemuan mayat bayi tersebut dilaporkan oleh Umar Usman, karyawan depo sampah. Mulanya, Umar melihat kantong plastik warna merah berisi bayi laki-laki saat memilah sampah.

"Pada pukul 08.00 WIB, saksi melihat kantong plastik warna merah yang berisi bayi laki-laki dan langsung melapor kepada atasannya," katanya.

Temuan ini dilaporkan kepada kedaruratan Pemkot Surabaya CC 112 dan kepolisian. Polsek Lakarsantri bersama tim Inafis Polrestabes Surabaya melakukan olah TKP. Ditemukan beberapa barang bukti, termasuk celana dalam perempuan dan bekas pembalut. Juga menunjukkan bahwa kondisi bayi sudah pembusukan dan mengalami luka terbuka pada perut sebelah kanan.

Kemudian juga ada peristiwa tragis menggemparkan warga Desa Tulung, Kecamatan Kawedanan, Kabupaten Magetan. Seorang perempuan berinisial LD (22) tega membunuh bayi laki-laki yang baru saja dilahirkannya di kamar mandi rumah, Sabtu (26/4/2025).

Bayi malang itu ditemukan dalam kondisi tidak bernyawa, dan belakangan diketahui telah dibekap oleh ibunya sendiri sesaat setelah dilahirkan. Tindakan keji tersebut diduga dilatarbelakangi rasa malu karena LD hamil di luar pernikahan.

5. Sosiolog sebut faktor ekonomi dan kehinaan jadi dasar, perlu kontrol sosial

Aktivitas pengasuhan di UPT PPSAB Sidoarjo milik Dinsos Jatim. (Dok. Dinsos Jatim)

Sosilolog Universitas Airlangga (Unair) Prof Bagong Suyanto mengajak untuk melihat fenomena pembuangan dan penelantaran bayi tidak hanya dari aspek hukum saja. Bagong bilang, perlu dicermati akar permasalahannya. Sehingga bayi atau anak itu sampai dibuang orang tuanya.

"Jangan melihat dari sebatas pelaku saja, perlu dianalisis penyebab kenapa kok sampai terjadi," tegasnya dikonfirmasi.

Meski kemudian, bayi yang dibuang umumnya berkaitan dengan anak yang tidak dikehendaki. Bagong menegaskan bahwa masalah ekonomi jadi alasan mendasar. Kemudian juga karena menghindari kehinaan.

Maka dari itu, lanjutnya, masyarakat harus menjadi kontrol sosial juga tak sebatas tentang pendataan. Namun hal itu bisa diketahui dengan mengembangkan mekanisme deteksi dini serta ikut peduli mengawasi lingkungannya. ”Sebagai kontrol sosial, dan bersifat pencegahan,” katanya.

Pemerintah juga perlu meningkatkan upaya untuk penanganan kuratif. Dia juga mengapresiasi upaya pembentukan Shelter untuk memperkuat layanan tersebut. ”Yang saya tahu ada UPT Perlindungan dan Pelayanan Sosial Asuhan Balita (PPSAB), dan itu perlu ditingkatkan,” pungkasnya.

Editorial Team