Ponorogo, IDN Times - Nonik Iswarani (41) memainkan jari-jarinya sebelum memulai cerita. Bola matanya berlari-lari kecil seakan mengaduk-aduk isi ingatannya. Satu perjuangan manis pun mulai dibagikan oleh mantan pekerja migran tersebut. Tiga tahun lalu, tepatnya tahun 2017, Nonik-panggilan akrabnya-- menemukan sejumlah fakta pelik.
Waktu itu Nonik sudah menjadi guru di Sekolah Dasar Negeri (SDN) 2 Pondok, Ponorogo. Memasuki tahun ajaran baru, dia merangkap sebagai operator sekolah. Dia ditugaskan untuk memasukkan data siswa-siswanya ke Data Pokok Pendidikan (Dapodik). Dapodik ialah sebuah aplikasi komputer yang dibuat oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) agar sekolah-sekolah dapat melaporkan dapodiknya langsung ke kementerian secara daring tanpa terkendala masalah jarak maupun waktu.
Dapodik menjadi acuan data yang digunakan Kemendikbud dalam setiap kebijakan-kebijakannya. Terkait bantuan operasional siswa (BOS), sarana prasarana sekolah hingga tunjangan bagi guru-gurunya. Namun di tengah jalan, entri yang dilakukan Nonik macet. Penyebabnya ialah beberapa siswa tidak mempunyai akta kelahiran. Itu menjadi masalah.
Selain untuk dapodik sekolah, menurut Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dispendukcapil), dokumen yang satu ini sebagai rujukan penetapan identitas dalam dokumen lain seperti ijazah, melamar pekerjaan, syarat pembuatan kartu identitas anak, pengurusan tunjangan keluarga, pencatatan perkawinan, pengangkatan anak, pengesahan anak hingga pengurusan beasiswa.
Fenomena anak tidak mempunyai akta kelahiran masih acap kali dijumpai di Indonesia. Tentunya hal itu tidak sejalan dengan konvensi Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) 1989 mengenai hak-hak anak. Dalam pasal 7 menyatakan bahwa semua anak harus didaftarkan segera setelah kelahiran dan harus mempunyai nama serta kewarganegraan. Konvensi ini diratifikasi Indonesia pada tahun 1990.
Kemudian juga telah diatur dalam Undang-undang (UU) Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pada pasal 5 menyebutkan; Setiap anak berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status kwarganegaraan. Juga ditegaskan pada pasal 27 ayat (1) dan (2) yang menyatakan, ayat (1); Identitas setiap anak harus diberikan sejak kelahirannya. Ayat (2); Identitas sebagaimana yang dimaksud ayat (1) dituangkan dalam akta kelahiran.
Tak hanya itu, dalam UUD 1945 Pasal 28 D ayat (1) tertuang bahwa; Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di depan hukum. Ayat (4); Setiap orang berhak atas status kwarganegaraan. Pasal-pasal tersebut menegaskan, memiliki akta kelahiran adalah hak setiap anak Indonesia. Kewajiban pencatatan kelahiran dibebankan kepada negara dan bukan kepada warga negara.
