Mojokerto, IDN Times - Jarum jam merangkak berirama, menyambut matahari yang belum sepenuhnya berbenah, Rabu, 24 September 2025. Namun denyut kehidupan di Surabaya sudah berlari kencang. Di Halte Dukuh Menanggal, hiruk pikuk pagi menampakkan wajahnya. Deru mesin, suara klakson, dan lalu lalang kendaraan menjadi orkestra yang akrab setiap hari.
Sejumlah orang menunggu dengan ritme masing-masing. Ada yang menunduk mengecek pesan WhatsApp, ada pula yang hanya membuka layar ponsel sejenak lalu mematikannya kembali, seakan mengulur waktu. Beberapa berdiri, menatap jalan raya yang tak pernah benar-benar sepi. Seorang pria berbaju rapi bertanya dengan nada setengah cemas kepada petugas jaga tentang jadwal bus, khawatir terlambat ke kantor. Di sampingnya, pelajar berseragam putih abu-abu bercampur dengan pekerja berkaus sederhana. Pagi di halte itu seperti kaleidoskop kecil kehidupan Kota Pahlawan.
Sekitar pukul 06.20 WIB, bus berwarna merah berhenti mulus di depan halte. Tulisan Suroboyo Bus tertera jelas di badan kendaraan. Pintu terbuka, dan calon penumpang pun bergegas masuk. Ada yang membawa tas besar, ada pula yang hanya menggenggam botol minuman. Kursi-kursi segera terisi. Bus itu melaju, membawa mereka menuju tujuan, sekolah, kantor, pasar, bahkan rumah sakit.
Hanya sepuluh menit berselang, suasana halte kembali ramai. Kali ini giliran bus berwarna hijau yang merapat. Dari kaca jendelanya tampak penumpang padat. Begitu pintu terbuka, satu per satu penumpang turun. Ada yang tampak terburu-buru, ada pula yang berjalan pelan penuh hati-hati, terutama penumpang lansia yang menuruni anak tangga khusus dengan bantuan pegangan tangan.
Bus itu bukan sekadar angkutan dalam kota. Ia adalah Bus Trans Jatim Koridor II yang menghubungkan Mojokerto–Surabaya. Penumpangnya pun beragam. Para pekerja kantoran dari Mojokerto yang merantau ke Surabaya, mahasiswa asal Krian Sidoarjo yang kuliah di ibu kota provinsi, hingga pedagang kecil yang setiap hari bolak-balik membawa barang dagangan.
Ketika penumpang lama turun dan yang baru masuk, terjadi semacam pergantian cerita. Bus hijau andalan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur (Jatim) ini, setiap hari, menjadi saksi bisu perjumpaan manusia dengan berbagai tujuan hidupnya. Di dalamnya ada canda kecil antar teman sekolah, wajah tegang karyawan yang dikejar target, sampai tatapan mata letih namun penuh harapan dari pedagang yang sudah berangkat sejak dini hari.
Banyak yang menjadikan bus ini sebagai jalan hemat yang nyaman untuk mengejar mimpi di Surabaya, sekaligus sarana kembali pulang melepas penat ke Mojokerto. Tak sedikit pula penumpang, menjadikan bus sebagai pintu gerbang wisata, menyusuri jejak sejarah dan peradaban kuno Majapahit di Trowulan. Menikmati kuliner khas, hingga mendatangi situs budaya yang hanya bisa ditemui di Mojokerto.