IDN Times/Vanny El Rahman
Begitu memasuki komplek masjid, aku segera mengambil air wudu lalu memutuskan untuk menunaikan salat tahiyatul masjid. Suatu kebanggaan bisa bersujud di salah satu masjid yang sarat akan nilai sejarah.
Saking padatnya pengunjung, aku harus menjaga diri supaya tidak bersentuhan dengan perempuan. Agak sedikit repot bila harus batal di tengah jalan, soalnya jarak antara tempat wudu dengan pintu laki-laki terpaut beberapa meter.
Di tengah perjalanan, aku melihat beberapa peziarah yang berjalan tanpa alas kaki. Aku menduga mereka kehilangan sandalnya. Bisa aja tidak sengaja tertendang sehingga berserakan. Atau memang tidak sengaja tertukar. Alangkah baiknya bagi peziarah membawa plastik atau tas supaya bisa membawa sandalnya masuk masjid.
Semerbak aroma parfum khas Timur Tengah menyambut kedatangan para jemaah yang hendak menunaikan salat. Malam itu sangat ramai. Ada yang menunaikan salat tarawih. Ada yang berzikir sembari menyerahkan segala harapan dan cita-citanya kepada Sang Maha Kuasa. Ada pula yang tertidur dengan mushaf Alquran di tangannya.
Suasana masjid disemarakkan dengan lantunan ayat suci Alquran yang saling bersahutan. Mereka semua berlomba-lomba untuk mengkhatamkan Alquran di malam yang mulia. Bak orkestra yang memanjakan telinga, senandung ayat demi ayat malam itu meneduhkan hati. Siapapun kelak bisa merakannya, bahkan jika anda bukan orang relijius sekalipun.
Di salah satu sisi masjid, Nurul Yaqin baru saja menunaikan salat witir. Ia mengimami 11 jamaah. “Saya dari Payaman, Lamongan,” kata dia saat ku tanya asal daerahnya.
Nurul bersama rombongannya memiliki rutinitas untuk menghabiskan malam 25 Ramadan di Masjid Sunan Ampel. Sudah tiga tahun kebiasaan tersebut ia tekuni. “Sebelum ke Ampel, kami tadi ke Mbah Kholil Al Bangkalan di Madura. Kemudian kami ke Ampel.”
“Sepuluh hari terakhir di malam ganjil memang dianjurkan untuk menghabiskan waktu dengan beritikaf. Kami percayalah (tanggal 25 Ramadan adalah Lailatul Qadar),” jawab Nurul yang merupakan guru IPA di salah satu sekolah di Lamongan ketika ditanya mengapa memilih tanggal 25 Ramadan.
Selain menunaikan salat sebanyak-banyaknya, mereka juga memiliki rutinitas mengkhatamkan Alquran. Jika saja malam itu benar-benar Lailatulkadar, maka ia mendapat kebaikan seperti mengkhatamkan Alquran selama 1000 bulan.
“Dengan ini semoga imannya bertambah. Hidup semakin mudah dan berkah,” tambahnya.