Ilustrasi kekerasan seksual (IDN Times/Mia Amalia)
Maraknya kasus kekerasan seksual terhadap anak-anak di Jatim ini menjadi Pekerjaan Rumah (PR) tersendiri bagi pemerintah provinsi (pemprov). Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Kependudukan (DP3AK) Jatim yang menaungi anak-anak, menyiapkan strategi khusus untuk menekan kasus kekerasan seksual. Berupa pencegahan, penanganan serta pemulihan bagi para penyintas.
Nah, dalam pencegahan kekerasan seksual anak ini, DP3AK melibatkan instansi lain di pemerintah kota/ kabupaten. Kemudian, ada juga pelibatan jejaring anak. Saat ini tersebar 21 jejaring anak yang kerja sama dengan DP3AK Jatim. Hasil kerja sama ini berbuah laporan, selama pandemik COVID-19 diakuinya banyak kejadian kekerasan seksual anak ini terjadi di rumah.
"Banyak kejadian di rumah, sehingga titik awal sosialisasi kami di rumah tangga," kata Kepala DP3AK Jatim, Restu Novi Windiani saat dihubungi via telepon, Kamis (20/1/2022). Selain pemerintah kota/ kabupaten, sosialiasi yang dilakukan menggandeng pemerintah desa/ kelurahan. "Karena kepanjangan tangan kami memang sampai desa," Novi menambahkan.
Selanjutnya untuk penanganan, DP3AK bekerja sama dengan kepolisian. Termasuk dengan lembaga legislatif dalam hal ini DPRD untuk mendorong pembuatan Unit Pelayanan Teknis (UPT) khusus melayani kekerasan terhadap perempuan dan anak. UPT ini rencananya mulai beroperasi pada Februari 2022. "Nanti bulan depan kami akan operasi maksimal UPT ini," ucap Novi.
UPT ini, sambung Novi, juga akan jemput bola menangani kasus kekerasan seksual. Pasalnya, masih banyak penyintas yang kesulitan melapor. "Nanti di Februari, kami akan ada rapat penguatan peran pusat pelayanan terpadu, kami harap tidak tunggu korban datang. Penjangkauannya, baik viral maupun nonviral. Kami tidak bisa duduk menunggu korban datang melapor," dia menegaskan.
Tak kalah pentingnya, sambung Novi, ialah pemulihan. Ketika kasus ini sudah diputus dalam persidangan alias inkrah, anak-anak penyintas kekerasan seksual harus dipastikan kelanjutan pendidikan dan kesehatannya. Salah satu yang sudah dilakukan DP3AK baru-baru ini memberikan pendampingan orangtua anak penyintas kekerasan seksual.
"Anak ini harus pindah dari kota kejadiannya, kami berikan pendampingan ke orangtuanya, kami sampaikan anak ini harus melanjutkan sekolah, tidak terputus, sehingga rumah aman yang bisa menjaga dia, kami titikan di UPT Dinas Sosial, ini sudah berjalan dua kasus. Ini contoh yang bisa dilakukan pemerintah kabupaten/ kota juga," Novi menerangkan.
Khusus untuk pemulihan kesehatan, DP3AK menyiapkan sejumlah psikolog. Termasuk psikolog di luar DP3AK jika kasus yang ditangani banyak. Seperti psikolog dari Rumah Sakit Bhayangkara, Polda Jatim, psikolog dari sejumlah perguruan tinggi baik negeri maupun swasta. "Ketersediaan psikolog sekarang ini cukup, teknisnya kalau di kabupaten/ kota kurang, kami langsung bantu," kata Novi.
Justru, lanjut dia, psikolog banyak dibutuhkan di kota-kota besar seperti Surabaya. Sebab, tak dimungkiri oleh DP3AK dan SCCC bahwa kasus kekerasan seksual dengan korban anak-anak ini masih rentan di perkotaan. Maka dari itu, penanganan lebih serius harus dilakukan oleh kepolisian yang berada di wilayah perkotaan.