Surabaya, IDN Times - Udara di gang Dolly Surabaya terasa lebih berat dari jalanan lain di Kota Pahlawan. Bukan karena polusi, tapi sisa-sisa kenangan di setiap sudut gang itu yang belum sepenuhnya beranjak dari stigma. Dolly kini sepi, yang terisisa hanya bekas bangunan yang dulu pernah jadi tempat lokalisasi lalu bertransformasi menjadi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).
Tempat-tempat yang dulu berdenyut liar kini menyisih keheningan. Sudut-sudut Dolly siang itu, Selasa (18/11/2025) sunyi, hanya ada sebagian orang lalu lalang. Sejumlah bangunan berupah rumah-rumah berplakat "Aset Pemerintah" terlihat kosong tak berpenghuni. Di kiri dan kanan gang itu, ada juga kos-kosan, warung kelontong hingga warung kopi yang sedikit orang.
Di antara gang itu, berdiri megah bangunan "Wisma New Barbara". Bangunan yang dulu gemerlap lalu diubah jadi pusat produksi dan pelatihan UMKM itu tak segeliat beberapa tahun silam. Nampak dari luar, bangunan enam lantai itu sepi orang, ada sekitar dua orang yang berjaga dari luar, lalu produk UMKM yang dipajang di etalase depan juga terlihat tak beraturan.
Di samping wisma itu, terdapat Pasar Burung Dolly yang dulunya juga bekas Wisma Barbara, tempat dimana prostistusi sempat berjaya. Pasar Burung lebih ironi, tempat yang dicita-citakan sebagai pusat ekonomi baru Gang Dolly itu mangkrak, gerai-gerai di toko itu tutup total, yang tersisa hanya sepi dan sunyi. Belakangan tempat tersebut jadi gedung serba guna.
Di depannya itu terdapat benner besar bertuliskan. "Kampung Bebas Dari Narkoba Kel Putat Jaya, Kecamatan Sawahan, Polrestabes Surabaya." Di sudut pasar itu terlihat segelintir orang tengah asik bermain billard.
Seorang pria tiba-tiba datang dan memarkir motornya. Pria yang tak menyebutkan namanya itu bilang, dia dulu juga berjualan di tempat tersebut, tapi karena sepi, akhirnya memilih tutup. "Udah enggak (jualan), dulu pasar iya," ujar pria itu seraya berbicara dengan orang di balik telpon genggamnya
IDN Times kemudian menemui Jarwo, yang merupakan pengusaha UMKM tempe Dolly dengan nama "Tempe Bang Jarwo". Jarwo bilang, mayoritas UMKM di Gang Dolly memang tak segeliat dulu, beberapa bahkan telah tutup.
Usahanya sendiri misalnya, beberapa tahun mulai mengalami penurunan. "Tahun lalu produksi tempe satu hari bisa 25 kilogram kedelai, sekarang hanya 15 kilogram," ungkapnya sembari membungkus kedelai dalam plastik untuk jadi tempe.
Selain memproduksi tempe, dulu Jarwo juga turut aktif menggeliatkan wisata Gang Dolly, ia melayani wisatawan yang ingin trip edukasi ke bekas lokalisasi terbesar di Asia Tenggara itu. Wisatawan akan ia ajak mengunjungi UMKM yang dulunya pernah jadi tempat prostitusi, mereka akan mendapat cerita bagaimana dulu Dolly bernafas hingga bertransformasi jadi pusat wisata edukasi.
"Dulu waktu ada trip edukasi wisata itu jalurnya pertama di SWK Studio, ke tempat produksiku yang dulu, jalan ke Kampung Orumy, ke Samijali, kampung batik terus tempat oleh-oleh," ungkap dia.
Sembari trip, wisatawan bisa mengikuti workshop dengan harga yang bervariasi. "Dulu ada paketan, melaku-melaku itu Rp20 ribu, kalau sama workshop Rp150 ribu, kunjungan ke UMKM-UMKM, itu Rp65 ribu," tuturnya.
Tapi, semakin tahun jumlah kunjungan dari wisatawan semakin merunun. Bahkan dua tahun terakhir, Jarwo sama sekali tak menerima kunjungan dari siapapun. Seiring berjalannya waktu, karena wisatawan makin tak ada, UMKM di Dolly pun satu persatu gulung tikar.
"Mau adakan trip lagi, tapi tempat oleh-oleh sekarang sudah gak ada, DS poin, yang dulu pusat oleh-oleh Dolly itu sudah tutup, UKM Samijali juga sekarang sudah gak produksi, Kampung Orumy juga sekarang gak produksi," jelas Jarwo.
Menurut Jarwo, mereka tak bertahan lama karena kurangnya pendampingan dari pemerintah, "Dari pemerintah kurang adanya pendampingan," tuturnya.
Jarwo pun tak lagi aktif di kelompok sadar wisata (Pokdarwis) Gang Dolly. Itu karena, dia merasa bergerak sendiri tanpa ada dukungan dari manapun. "Aku ketua Pokdarwis, mengundurkan diri 2 tahun lalu, tahun 2023, aku capek, kok gak ada suport dari teman-teman," katanya.
Kini ia hanya fokus pada usaha produksi tempenya. Sembari itu, bila ada mahasiswa yang ingin kunjungan ke Dolly atau ingin tahu bagaimana usahanya bergerak, Jarwo masih tetap menerima. "Saya fokus ke usaha saya, tapi kalau ada mahasiswa kunjungan saya tetap layani," pungkas dia.
