Batu, IDN Times - Ribuan orang dari perwakilan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di 20 kota/kabupaten Jawa Timur mengikuti Sosialisasi Kebijakan dan Tata Kelola Makan Bergizi Gratis (MBG) di Singhasari Resort, Kota Batu pada Kamis (6/11/2025). Kegiatan ini dilaksanakan agar tidak ada lagi kasus keracunan di wilayah Jawa Timur.
Marak Keracunan MBG, BGN Lakukan Sosialisasi pada SPPG di Jatim

Intinya sih...
BGN melakukan sosialisasi kebijakan dan tata kelola program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Jawa Timur
Banyak tantangan dalam menjalankan MBG, termasuk menciptakan Sumber Daya Manusia (SDM) yang bisa menjalankan SPPG
Peserta SPPG mengakui banyak tantangan saat mempersiapkan MBG, termasuk menentukan menu dengan AKG dan menyiapkan makanan khusus bagi anak dengan alergi
1. BGN menekankan pada setiap SPPG agar menjaga distribusi MBG
Sekretaris Deputi Bidang Sistem dan Tata Kelola BGN, Dr Ermia Sofiyessi menjelaskan kalau kegiatan ini merupakan bagian dari kegiatan BGN untuk sosialisasi kebijakan sistem dan tata kelola program Makan Bergizi Gratis. Tujuannya agar kebijakan kita dapat terdistribusi dengan baik sampai ke pelaku di lapangan termasuk 3 unsur organik BGN yang dalam hal ini jadi pengelola dari Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).
"Penekanan kita agar bagaimana kebijakan yang kita buat dapat terdistribusi dan dilaksanakan, dalam artian mulai dari keamanan pangan, sanitasi, higenitas, proses pengelolaan keuangan, sampai penyempurnaan gizi," terangnya.
Ia juga menjelaskan jika MBG dijalankan menggunakan menakisme bantuan dari pemerintah, artinya pendanaan ini dilakukan penganggaran secara langsung dari Kementerian Keuangan kepada penerima bantuan dalam hal ini yayasan yang kemudian dikelola SPPG di setiap kecamatan.
2. BGN mengakui banyak tantangan dalam menjalankan MBG, terutama banyaknya kasus keracunan
Ermia mengungkapkan kalau MBG saat ini memiliki banyak tantangan, salah satunya adalah menciptakan Sumber Daya Manusia (SDM) yang bisa menjalankan SPPG yang memberikan makan pada 3 ribu penerima. Yang kedua adalah infrastruktur yang siap agar SPPG memenuhi makanan yang sehat, bergizi, dan berimbang.
"Saat ini kebijakan dari Kepala BGN agar setiap SPPG mengcover 2.500 penerima manfaat. Tapi kalau masih ada yang bisa 3.000 dengan persyaratan khusus seperti chef bersertifikat," jelasnya.
Selain itu, ia menyampaikan kalau sosialisasi ini diharapkan bisa jadi panduan bagi SPPB baru maupun SPPG lama untuk menyediakan makanan yang baik. Namun, bagi SPPG baru yang belum beroperasi, sosialisasi ini dilaksanakan secara daring. Sambil mereka didampingi Kareg atau Kepala Regional untuk mempersiapkan SPPG baru. "Kita harapkan dengan usaha dan sosialisasi ini, maka kejadian-kejadian yang kemarin (keracunan) sudah tidak terjadi lagi," tegasnya.
3. Peserta SPPG akui mendapatkan banyak tantangan saat mempersiapkan MBG
Di tempat yang sama, Firda Daivia Zaivanty selaku ahli gizi salah satu SPPG di Bondowoso mengakui tantangan menyiapkan MBG adalah menentukan menu dengan AKG (Angka Kecukupan Gizi). Selain itu, menyiapkan makanan khusus bagi anak dengan alergi.
"Kalau alergi dari telur, ayam itu susah jadinya saya ganti pakai daging atau ikan. Tantangannya juga kalau ada bahan-bahan yang kurang secara mendadak, itu mesti bingungnya," jelasnya.
Selain itu, tantangan bagi SPPG adalah terjadinya kelengkaan pada salah satu bahan pangan. Ia mencontohkan pernah terjadi kelangkaan pada wortel, sehingga harga worter melambung naik, mereka harus menemukan solusi pengganti wortel dengan kandungan gizi serupa.
"Jadinya kita harus bener-bener nyari pengganti sayur tersebut yang yang sesuai dengan menu saya buat. Sama semua sayuran sebenarnya bisa, kubis, kacang panjang, buncis, ubi, diganti bahan kandungannya," pungkasnya.