Mantan Kabid Terima Gratifikasi Rp3,6 M, Eri: Masuk Kantong Pribadi

Surabaya, IDN Times - Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi buka suara soal mantan Kepala Bidang Jalan dan Jembatan pada Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Pematusan Kota Surabaya berinisial GSP yang ditahan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim. Ia diduga menerima gratifikasi Rp3,6 miliar.
Eri mengatakan, GSP sudah tak lagi menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) Pemkot Surabaya. Sehingga, kini kasus GSP itu sudah tidak lagi ada sangkut pautnya dengan Pemkot. "Dia sudah bukan lagi menjadi bagian pemerintah Kota Surabaya. Meskipun kejadiannya sejak tahun 2016 ya kalau enggak salah. Dan itu kan dilakukan secara pribadi. Masuk ke rekening-rekening pribadinya sendiri ya sudah," ujar Eri, Rabu (4/6/2025).
Ia pun menegaskan, sejak kepemimpinan Wali Kota Bambang DH, Tri Rismaharini dan dirinya, seluruh ASN Pemkot Surabaya telah diperingatkan agar tidak menerima gratifikasi. Bila terbukti ada ASN yang melakukan gratifikasi, maka langsung ditindak tegas.
"Karena mulai dari yang sejak tahun Bu Risma Pak Bambang sudah katakan di disampaikan tidak ada hal yang seperti itu," kata dia.
Eri memastikan, Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga (DSDABM) Kota Surabaya tak ada yang diperiksa atas kasus GSP ini. Sebab, uang hasil gratifikasi tersebut masuk ke kantong pribadi GSP. "Tidak ada (DSDABM, yang diperiksa) karena ini setelah hasil pemeriksaan kemarin kan memang secara pribadi. Masuk rekeningnya pribadi, digunakan untuk pribadi," ungkapnya.
Ia juga memastikan, atas tindak pidana tersebut Pemkot Surabaya tidak mengalami kerugian. Gratifikasi ini, tidak ada hubungannya dengan Pemkot Surabaya.
"Kerugian dari pemerintah kota Enggak ada. Tidak ada kerugian negara karena ini adalah gratifikasi kan. Jadi dia gratifikasi itu menerima sesuatu dari orang lain yang tidak ada hubungannya dengan kerugian negara," pungkas Eri.
Diberitakan sebelumnya, Bekas Kepala Bidang Jalan dan Jembatan pada Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Pematusan Kota Surabaya berinisial GSP resmi ditahan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur (Jatim). Penahanan ini terkait keterlibatan GSP dalam dugaan gratifikasi dan pencucian uang.
Asisten Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, HB Siregar mengatakan bahwa pihaknya melakukan sejumlah rangkaian penyidikan sebelum menahan pelaku. Termasuk memeriksa 32 saksi serta penyitaan barang bukti berupa uang tunai sebesar Rp3,6 miliar dan aset lainnya.
"Penyidikan dilakukan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, dan dari hasil pemeriksaan, GSP diketahui menjabat sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) sejak tahun 2016 hingga 2022," ujar HB Siregar, Selasa (3/6/2025).
Dari penyidikan ini, kejaksaan mendapatkan bukti bahwa GSP menerima gratifikasi berupa penerimaan uang Rp3,6 miliar, yang seharusnya dilaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sesuai aturan yang berlaku. Namun, GSP tidak melaksanakan kewajiban tersebut dalam jangka waktu yang ditentukan.
Lebih lanjut, dana tersebut telah disamarkan melalui penyetoran ke rekening pribadi BCA milik GSP sebelum akhirnya dialihkan ke bentuk deposito serta investasi sukuk.
"Walaupun tidak ditemukan kerugian negara dalam perkara ini, GSP tetap menerima gratifikasi dalam jumlah besar dan kemudian mengalihkannya ke bentuk investasi," imbuhnya.
Perbuatan ini dinilai melanggar Pasal 12B junto Pasal 12C junto Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, yang telah direvisi dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Selain itu, ia juga diduga melanggar Pasal 3 junto Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 terkait Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Sebagai tindak lanjut, penyidik menerbitkan Surat Perintah Penahanan Nomor Print-804/M.5/FD.2/06/2025, berlaku selama 20 hari sejak 3 Juni 2025. Saat ini, GSP ditahan di Rumah Tahanan Kelas 1 Surabaya.